Tahap Akhir Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa
Hubungan Sultan Haji dengan kompeni Belanda sudah sedemikian dekatnya
sehingga dalam pasukan pertahanan Surosowan pun ditempatkan satu
barisan pasukan kompeni sebagai pasukan tambahan, yang pada hakekatnya
mereka adalah mata-mata yang ditanam kompeni di Banten. Memang inilah
yang dituju kompeni, Sultan Haji sudah terbiasa dengan segala yang
berbau Belanda.
Ia lebih percaya kepada kata-kata kompeni dari pada petuah-petuah
ayahnya. Karena hasutan kompeni ini pulalah maka hubungan Sultan Haji
dengan ayahnya semakin renggang, bahkan kedua sultan ini saling curiga
mencurigai. Sehingga pada diri Sultan Haji tumbuh keinginan yang kuat
untuk segera memegang kekuasaan penuh di Kesultanan Banten, tanpa adanya
campur tangan ayahnya.
Keinginan demikian terlihat dari tindakan Sultan Haji yang pada bulan
Mei 1680 mengirimkan utusan ke Gubernur Jendral VOC di Batavia untuk
menawarkan perdamaian sambil menegaskan bahwa yang berkuasa di Banten
sekarang adalah dirinya. Ia menyatakan bahwa Sultan Ageng Tirtayasa
sudah menyerahkan seluruh kekuasaannya.
Sudah tentu tawaran itu ditolak, kompeni tahu bahwa Sultan Ageng
Tirtayasa belum meletakkan jabatannya. Keadaan ini dijadikan senjata
oleh kompeni mendorong Sultan Haji untuk segera memperoleh kuasa penuh
di Banten.
Satu hal lagi yang mengecewakan Sultan Ageng Tirtayasa, adalah surat
ucapan selamat yang dikirimkan Sultan Haji atas diangkatnya Speelman
menjadi Gubernur Jendral VOC menggantikan Rijklof van Goens pada tanggal
25 November 1680, padahal saat itu kompeni baru saja menghancurkan
pasukan gerilya Banten di Cirebon yang kemudian dapat menguasai Cirebon
seluruhnya.
Melihat keadaan anaknya yang sudah sedemikian keadaannya, Sultan
Ageng Tirtayasa memobilisasikan pasukan perangnya untuk digunakan
sewaktu-waktu. Rakyat dari daerah Tanahara, Pontang, Tirtayasa,
Caringin, Carita dan sebagainya banyak yang mendaftarkan diri untuk
menjadi prajurit.
Demikian juga tentara pelarian dari Makasar, Jawa Timur, Lampung,
Solebar, Bengkulu dan Cirebon bergabung dengan pasukan Sultan Ageng
Tirtayasa. Sultan sudah tidak peduli lagi dengan tentara dan bangsawan
yang berpihak kepada Sultan Haji yang dianggap berpindah adat dan
berbeda haluan.
Dalam suasana yang sudah demikian panas, Sultan Ageng mendengar
khabar bahwa beberapa kapal Banten yang pulang dari Jawa Timur ditahan
kompeni kerena dianggap kapal perompak. Tuntutan Sultan supaya mereka
dibebaskan tidak dihiraukan kompeni.
Hal ini membuat kemarahan Sultan menjadi-jadi. Rasa harga dirinya
sebagai Sultan dari suatu negara merdeka terasa diremehkan. Maka
diumumkannya bahwa Banten dan kompeni Belanda dalam situasi perang.
Pernyataan perang Sultan Ageng Tirtayasa kepada kompeni ini ditentang
oleh anaknya, Sultan Haji. Sultan Haji menyatakan bahwa keputusan itu
terlalu ceroboh, dan, karena tidak dimusyawarahkan dahulu dengannya maka
keputusan itu tidak syah.
Bahkan dengan bermodalkan bantuan pasukan kompeni, yang dijanjikan
kepadanya, Sultan Haji memak-zulkan ayahnya, dengan alasan bahwa
ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa, sudah terlalu tua dan sudah mulai pikun
sehingga mulai saat ini kekuasaan Banten seluruhnya dipegang oleh
Sultan Haji.
Melihat tingkah laku anaknya yang sudah keterlaluan ini, habislah
sudah kesabaran Sultan Ageng Tirtayasa. Musuh besarnya adalah kompeni
Belanda, tapi untuk menggem-purnya harus ada kesatuan kata dari semua
rakyat Banten.
Oleh karenanya sebelum menyerang Batavia, terlebih dahulu harus
menyatukan Banten, yaitu mengganti Sultan Haji. Sultan Ageng bukanlah
akan berperang dengan anaknya, tetapi yang diperangi adalah antek
penjajah.
Pada tanggal 26 malam 27 Pebuari 1682, dengan dipimpin sendiri oleh
Sultan Ageng Tirtayasa, mulailah diadakan penyerbuan mendadak ke
Surosowan, yang berhasil mematahkan perlawanan Surosowan, sehingga dalam
waktu singkat, pasukan Sultan Ageng dapat menguasai istana. Sultan Haji
melarikan diri dan minta perlindungan kepada Jacob de Roy, bekas
pegawai kompeni.
Keadaan Surosowan ini segera dapat diketahui Batavia, maka pada
tanggal 6 Maret 1682 dipimpin oleh Saint Martin kompeni mengirimkan dua
kapal perang lengkap pasukan tempurnya. Pasukan ini tidak segera dapat
mendarat di pelabuhan Banten, karena hebatnya perlawanan pasukan Banten.
Maka Kapten Sloot dan W. Caeff, wakil kompeni di Banten, segera
mengirim utusan ke Batavia agar kompeni mengirimkan pasukan darat yang
lebih banyak lagi.
Setelah mempelajari keadaan medan perang, kompeni segera mengirim
pasukan bantuan dari darat dan laut. Penyerangan dari laut dipimpin oleh
Kapten Francois Tack yang, nanti bersama-sama dengan pasukan Saint
Martin mengadakan serangan di depan pelabuhan Banten.
Sedangkan pasukan darat dipimpin Kapten Hartsinck, berkekuatan 1000
orang, mengadakan penyerangan dari arah Tangerang; nanti dalam serbuan
ke Tirtayasa, pasukan ini bergabung dengan pasukan laut, sehingga
Tirtayasa diserang dari dua arah, demikian taktik kompeni.
Melalui pertempuran yang banyak memakan korban, akhirnya pasukan
Kapten Tack dan Saint Martin dapat menguasai Surosowan. Sultan Ageng
Tirtayasa dan pasukannya mundur ke arah barat sungai Ciujung.
Pertempuran ini berlangsung terus menerus sampai akhirnya pasukan Sultan
Ageng hanya dapat bertahan di benteng Kedemangan.
Dalam pada itu, pasukan Banten di Tangerang dan Angke berusaha
menahan serangan pasukan Kapten Hartsink. Di sebelah timur Sungai Angke,
kompeni hanya dapat bertahan di bentengnya saja, sedangkan benteng di
sebelah baratnya, pada tanggal 30 Maret 1682, sudah dapat dikuasai
pasukan Banten yang dipimpin Pangeran Dipati.
Tapi setelah melalui pertempuran yang lama, pada tanggal 8 Desember
1682 kubu pertahanan Banten di Tangerang dan Angke dapat dikuasai
kompeni. Benteng di Kedemangan pun akhirnya dapat dihancurkan pasukan
Kapten Tack pada tanggal 2 Desember 1682. Dengan demikian ruang gerak
prajurit Sultan Ageng Tirtayasa semakin kecil.
Disebelah barat pasukan kompeni yang dibantu pasukan Sultan Haji
menguasai sampai Kademangan, sedangkan dari arah timur pasukan Kapten
Hartsinck sudah sampai di perbatasan daerah Tanahara. Sehingga daerah
induk yang masih dikuasai Sultan Ageng hanyalah Tanahara, Tirtayasa dan
Kademangan saja.
Untuk mempertahankan Tirtayasa, benteng di Kademangan dan Tanahara
merupakan kubu pertahanan pasukan Sultan Ageng Tirtayasa yang terkuat.
Di Tanahara, Sultan Ageng menempatkan pasukan darat yang dipusatkan di
benteng Tanahara, dan juga pasukan lautnya di Pulau Cangkir.
Karena kuatnya pertahanan di Tanahara ini, maka kompeni menambah lagi
pasukan tempurnya dari Batavia dipimpin Kapten Jonker. Setelah
mengerahkan pasukan penyerang dari darat dan laut, barulah pada tanggal
28-29 Desember 1682 Tanahara pun dapat direbut kompeni.
Dalam usaha untuk menguasai daerah Tirtayasa, kompeni melakukan
penyerangan serentak dari dua jurusan: pasukan Kapten Tack dan Sultan
Haji menyerang dari Pontang, sedangkan pasukan Hartsinck dan Kapten
Jonker menyerang dari Tanahara. Seluruh barisan pertahanan Sultan Ageng
dikerahkan untuk melawan kekuatan kompeni ini.
Sultan Ageng, Pangeran Purbaya, Syekh Yusuf dan seluruh pembesar
negeri semuanya turut berperang memimpin pasukan. Pertempuran
berlangsung hebat, tapi akhirnya pasukan Sultan Ageng sedikit demi
sedikit dapat dipukul mundur. Karena Sultan memperkirakan bahwa
pasukannya tidak akan mampu mempertahankan Tirtayasa lebih lama lagi,
maka diperintahkan pasukannya untuk segera mengundurkan diri,
meninggalkan Tirtayasa dan mundur ke arah selatan yaitu hutan Keranggan.
Tapi sebelumnya, Sultan memerintahkan supaya istana dan bangunan
lainnya dibakar. Sultan tidak rela bangunan-bangunannya itu diinjak oleh
orang kafir dan pendurhaka. Memang, akhirnya kompeni dan Sultan Haji
dapat menduduki Tirtayasa, tetapi di sana mereka hanya mendapati
puing-puing bekas istana saja, bahkan penduduknya pun banyak yang ikut
Sultannya ke hutan.
Dari hutan Keranggan, Sultan Ageng Tirtayasa dan seluruh pasukannya
melanjutkan perjalanan ke Lebak. Satu tahun mereka melakukan perang
gerilya dari sana. Tapi akhirnya, Lebak pun dapat dikepung pasukan
kompeni, sehingga pasukan Sultan Ageng terpecah menjadi dua bagian:
Pangeran Purbaya dan sejumlah tentaranya bergerak ke sekitar Parijan, di
pedalaman Tangerang. Sedangkan Sultan Ageng, Pangeran Kidul, Pangeran
Kulon, Syekh Yusuf beserta sisa pasukannya bergerak ke daerah Sajira, di
perbatasan Bogor.
Sultan Haji berusaha keras agar ayahnya dapat kembali ke Surosowan.
Dengan petunjuk serta nasehat kompeni, yang ingin melakukan tipu daya
halus, maka Sultan Haji mengirimkan surat kepada Sultan Ageng Tirtayasa
di Sajira. Surat itu berisikan ajakan Sultan Haji supaya ayahnya kembali
ke Surosowan dan hidup bersama dengan damai, di samping itu dapatlah
dirundingkan kedudukan prajurit dan rakyat Banten yang mendukung
perjuangan Sultan Ageng.
Tanpa perasaan curiga sedikit pun, Sultan yang kala itu usianya sudah lanjut, (ditambah pula kesedihan atas gugurnya Pangeran Kulon pada tanggal 7 Maret 1683) maka pada tanggal 14 Maret 1683 tengah malam, Sultan Ageng datang ke Surosowan setelah lama bertahan di hutan.
Sultan Ageng Tirtayasa dengan beberapa pengawalnya sampailah di
Surosowan dan langsung menemui putranya yang telah menantikan kedatangan
sang ayah. Penerimaan Sultan Haji sangat baik meski pun di belakangnya
telah ada maksud tertentu atas bujukan kompeni. Tetapi setelah beberapa
saat lamanya tinggal di istana Surosowan ia ditangkap oleh kompeni dan
segera dibawa ke Batavia.
Memang itulah maksud dan tipudaya kompeni atas kerja sama dengan
Sultan Haji. Jika Sultan Ageng Tirtayasa dibiarkan berada di Surosowan
maka dikhawatirkan oleh kompeni akan dapat mempengaruhi Sultan Haji,
yang sudah erat bekerjasama dengan kompeni.
Sultan Ageng Tirtayasa dimasukkan ke dalam penjara berbenteng di
Batavia dengan penjagaan ketat serdadu kompeni hingga meninggalnya di
penjara pada tahun 1692. Jenazahnya oleh Sultan Abdulmahasin Zainul
Abidin, anaknya Sultan Haji, dan terutama oleh rakyat Banten yang amat
mencintainya dimintakan kepada pemerintah tinggi kompeni Belanda untuk
dikirim kembali ke Banten.
Kemudian dengan upacara keagamaan yang amat mengesankan ia dimakamkan
di samping sultan-sultan pendahulunya, di sebelah utara Masjid Agung
Banten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar