
PANDEGLANG, Bila anak bangsa sudah mulai melupakan 
sejarahnya,   maka hilanglah kebesaran generasi bangsanya. Manusia 
adalah makhluk pelupa. Kemarin seharusnya menjadi sejarah hari ini. Hari
 ini menjadi sejarah esok hari. Dan esok menjadi sejarah untuk lusa yang
 lebih baik. Begitu seterusnya tiada berkesudahan. Tapi ternyata tidak 
berlaku untuk manusia-manusia pelupa. Fakta-fakta sejarah yang 
menunjukkan betapa signifikannya peran-peran Ulama dan Santri. Para 
Ulama dan Santri sudah memperhatikan sejarah mereka di esok hari. 
Tinggal kita sekarang, apakah akan melanjutkannya atau tetap nyaman 
menjadi manusia-manusia amnesia. Peristiwa sejarah yang
 terjadi di tengah bangsa Indonesia sampai hari ini, hakikatnya 
merupakan kesinambungan masa lalu yang mana fondasinya sudah 
dipancangkan kuat oleh para Ulama dan Santri. Dan tidak akan cukup kalau
 kita menuliskannya dalam lembaran artikel sederhana ini. Setidaknya, 
gambaran sederhana di atas bisa memantik kesadaran kolektif kita tentang
 sejarah. 
Berikut ini sebuah tulisan yang dibuat oleh D.Naufal Halwany didalam blognya , mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi referensi bagi generasi-generasi muda.
———————————————————————–
Cerita rakyat yang berhubungan dengan Islamisasi di Banten salah 
satunya adalah cerita Syekh Mansyuruddin. Menurut ceritanya Sang syekh 
adalah salah seorang yang menyebarkan agama Islam di derah Banten 
Selatan. Dengan peninggalannya berupa Batu Qur’an yang sekarang
 banyak berdatangan wisatawan untuk berzirah atau untuk mandi di sekitar
 patilasan, karena disana ada kolam pemandian yang ditengah kolam 
tersebut terdapat batu yang bertuliskan Al-Qur’an.
Syekh Maulana Mansyuruddin dikenal dengan nama Sultan Haji, beliau 
adalah putra Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa (raja Banten ke 6). 
Sekitar tahun 1651 M, Sultan Agung Abdul Fatah berhenti dari kesutanan 
Banten, dan pemerintahan diserahkan kepada putranya yaitu Sultan Maulana
 Mansyurudin dan beliau diangkat menjadi Sultan ke 7 Banten, kira-kira 
selama 2 tahun menjabat menjadi Sultan Banten kemudian berangkat ke 
Bagdad Iraq untuk mendirikan Negara Banten di tanah Iraq, sehingga 
kesultanan untuk sementara diserahkan kepada putranya Pangeran Adipati 
Ishaq atau Sultan Abdul Fadhli. Pada saat berangkat ke Bagdad Iraq, 
Sultan Maulana Mansyuruddin diberi wasiat oleh Ayahnya, ”Apabila engkau 
mau berangkat mendirikan Negara di Bagdad janganlah menggunakan/ memakai
 seragam kerajaan nanti engkau akan mendapat malu, dan kalau mau 
berangkat ke Bagdad untuk tidak mampir ke mana-mana harus langsung ke 
Bagdad, terkecuali engkau mampir ke Mekkah dan sesudah itu langsung 
kembali ke Banten. Setibanya di Bagdad, ternyata Sultan Maulana 
Mansyuruddin tidak sanggup untuk mendirikan Negara Banten di Bagdad 
sehingga beliau mendapat malu. Didalam perjalanan pulang kembali ke 
tanah Banten, Sultan Maulana Mansyuruddin lupa pada wasiat Ayahnya, 
sehingga beliau mampir di pulau Menjeli di kawasan wilayah China, dan 
menetap kurang lebih 2 tahun di sana, lalu beliau menikah dengan Ratu 
Jin dan mempunyai putra satu.
Selama Sultan Maulana Mansyuruddin berada di pulau Menjeli China, 
Sultan Adipati Ishaq di Banten terbujuk oleh Belanda sehingga diangkat 
menjadi Sultan resmi Banten, tetapi Sultan Agung Abdul Fatah tidak 
menyetujuinya dikarenakan Sultan Maulana Mansyuruddin masih hidup dan 
harus menunggu kepulangannya dari Negeri Bagdad, karena adanya perbedaan
 pendapat tersebut sehingga terjadi kekacauan di Kesultanan Banten. Pada
 suatu ketika ada seseorang yang baru turun dari kapal mengaku-ngaku 
sebagai Sultan Maulana Mansyurudin dengan membawa oleh-oleh dari Mekkah.
 Akhirnya orang-orang di Kesultanan Banten pun percaya bahwa Sultan 
Maulana Mansyurudin telah pulang termasuk Sultan Adipati Ishaq. Orang 
yang mengaku sebagai Sultan Maulana Mansyuruddin ternyata adalah raja 
pendeta keturunan dari Raja Jin yang menguasai Pulau Menjeli China. 
Selama menjabat sebagai Sultan palsu dan membawa kekacauan di Banten, 
akhirnya rakyat Banten membenci Sultan dan keluarganya termasuk ayahanda
 Sultan yaitu Sultan Agung Abdul Fatah. Untuk menghentikan kekacauan di 
seluruh rakyat Banten Sultan Agung Abdul Fatah dibantu oleh seorang 
tokoh atau Auliya Alloh yang bernama Pangeran Bu`ang (Tubagus Bu`ang), 
beliau adalah keturunan dari Sultan Maulana Yusuf (Sultan Banten ke 2) 
dari Keraton Pekalangan Gede Banten. Sehingga kekacauan dapat diredakan 
dan rakyat pun membantu Sultan Agung Abdul Fatah dan Pangeran Bu`ang 
sehingga terjadi pertempuran antara Sultan Maulana Mansyuruddin palsu 
dengan Sultan Abdul Fatah dan Pangeran Bu`ang yang dibantu oleh rakyat 
Banten, tetapi dalam pertempuran itu Sultan Agung Abdul Fatah dan 
Pangeran Bu`ang kalah sehingga dibuang ke daerah Tirtayasa, dari 
kejadian itu maka rakyat Banten memberi gelar kepada Sultan Agung Abdul 
Fatah dengan sebutan Sultan Agung Tirtayasa.
Peristiwa adanya pertempuran dan dibuangnya Sultan Agung Abdul Fatah 
ke Tirtayasa akhirnya sampai ke telinga Sultan Maulana Mansyuruddin di 
pulau Menjeli China, sehingga beliau teringat akan wasiat ayahandanya 
lalu beliau pun memutuskan untuk pulang, sebelum pulang ke tanah Banten 
beliau pergi ke Mekkah untuk memohon ampunan kepada Alloh SWT di 
Baitulloh karena telah melanggar wasiat ayahnya, setelah sekian lama 
memohon ampunan, akhirnya semua perasaan bersalah dan semua 
permohonannya dikabulkan oleh Alloh SWT sampai beliau mendapatkan gelar 
kewalian dan mempunyai gelar Syekh di Baitulloh. Setelah itu beliau 
berdoa meminta petunjuk kepada Alloh untuk dapat pulang ke Banten 
akhirnya beliau mendapatkan petunjuk dan dengan izin Alloh SWT beliau 
menyelam di sumur zam-zam kemudian muncul suatu mata air yang terdapat 
batu besar ditengahnya lalu oleh beliau batu tersebut ditulis dengan 
menggunakan telunjuknya yang tepatnya di daerah Cibulakan Cimanuk 
Pandeglang Banten di sehingga oleh masyarakat sekitar dikeramatkan dan 
dikenal dengan nama Keramat Batu Qur`an. Setibanya di Kasultanan Banten 
dan membereskan semua kekacauan di sana, dan memohon ampunan kepada 
ayahanda Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa. Sehingga akhirnya Sultan 
Maulana Mansyuruddin kembali memimpin Kesultanan Banten, selain menjadi 
seorang Sultan beliau pun mensyiarkan islam di daerah Banten dan 
sekitarnya.
Dalam perjalanan menyiarkan Islam beliau sampai ke daerah Cikoromoy 
lalu menikah dengan Nyai Sarinten (Nyi Mas Ratu Sarinten) dalam 
pernikahannya tersebut beliau mempunyai putra yang bernama Muhammad 
Sholih yang memiliki julukan Kyai Abu Sholih. Setelah sekian lama 
tinggal di daerah Cikoromoy terjadi suatu peristiwa dimana Nyi Mas Ratu 
Sarinten meninggal terbentur batu kali pada saat mandi, beliau 
terpeleset menginjak rambutnya sendiri, konon Nyi Mas Ratu Sarinten 
mempunyai rambut yang panjangnya melebihi tinggi tubuhnya, akibat 
peristiwa tersebut maka Syekh Maulana Mansyuru melarang semua 
keturunannya yaitu para wanita untuk mempunyai rambut yang panjangnya 
seperti Nyi mas Ratu Sarinten. Nyi Mas Ratu Sarinten kemudian dimakamkan
 di Pasarean Cikarayu Cimanuk. Sepeninggal Nyi Mas Ratu Sarinten lalu 
Syekh Maulana Mansyur pindah ke daerah Cikaduen Pandeglang dengan 
membawa Khodam Ki Jemah lalu beliau menikah kembali dengan Nyai Mas Ratu
 Jamilah yang berasal dari Caringin Labuan. Pada suatu hari Syekh 
Maulana Mansyur menyebarkan syariah agama islam di daerah selatan ke 
pesisir laut, di dalam perjalanannya di tengah hutan Pakuwon Mantiung 
Sultan Maulana Mansyuruddin beristirahat di bawah pohon waru sambil 
bersandar bersama khodamnya Ki Jemah, tiba-tiba pohon tersebut 
menjongkok seperti seorang manusia yang menghormati, maka sampai saat 
ini pohon waru itu tidak ada yang lurus.
Ketika Syekh sedang beristirahat di bawah pohon waru beliau mendengar
 suara harimau yang berada di pinggir laut. Ketika Syekh menghampiri 
ternyata kaki harimau tersebut terjepit kima, setelah itu harimau 
melihat Syekh Maulana Mansyur yang berada di depannya, melihat ada 
manusia di depannya harimau tersebut pasrah bahwa ajalnya telah dekat, 
dalam perasaan putus asa harimau itu mengaum kepada Syekh Maulana 
Mansyur maka atas izin Alloh SWT tiba-tiba Syekh Maulana Mansyur dapat 
mengerti bahasa binatang, Karena beliau adalah seorang manusia pilihan 
Alloh dan seorang Auliya dan Waliyulloh. Maka atas izin Alloh pulalah, 
dan melalui karomahnya beliau kima yang menjepit kaki harimau dapat 
dilepaskan, setelah itu harimau tersebut di bai`at oleh beliau, lalu 
beliau pun berbicara “Saya sudah menolong kamu ! saya minta kamu dan 
anak buah kamu berjanji untuk tidak mengganggu anak, cucu, dan semua 
keturunan saya”. Kemudian harimau itu menyanggupi dan akhirnya diberikan
 kalung surat Yasin di lehernya dan diberi nama Si Pincang atau Raden 
Langlang Buana atau Ki Buyud Kalam. Ternyata harimau itu adalah seorang 
Raja/Ratu siluman harimau dari semua Pakuwon yang 6. Pakuwon yang 
lainnya adalah :
1. Ujung Kulon yang dipimpin oleh Ki Maha Dewa
2. Gunung Inten yang dipimpin oleh Ki Bima Laksana
3. Pakuwon Lumajang yang dipimpin oleh Raden Singa Baruang
4. Gunung Pangajaran yang dipimpin oleh Ki Bolegbag Jaya
5. Manjau yang dipimpin oleh Raden Putri
6. Mantiung yang dipimpin oleh Raden langlang Buana atau Ki Buyud Kalam atau si pincang.
2. Gunung Inten yang dipimpin oleh Ki Bima Laksana
3. Pakuwon Lumajang yang dipimpin oleh Raden Singa Baruang
4. Gunung Pangajaran yang dipimpin oleh Ki Bolegbag Jaya
5. Manjau yang dipimpin oleh Raden Putri
6. Mantiung yang dipimpin oleh Raden langlang Buana atau Ki Buyud Kalam atau si pincang.
Setelah sekian lama menyiarkan islam ke berbagai daerah di banten dan
 sekitarnya, lalu Syekh Maulana Manyuruddin dan khadamnya Ki Jemah 
pulang ke Cikaduen. Akhirnya Syekh Maulana Mansyuruddin meninggal dunia 
pada tahun 1672M dan di makamkan di Cikaduen Pandeglang Banten. Hingga 
kini makam beliau sering diziarahi oleh masyarakat dan dikeramatkan.
Keterangan :
- Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa dimakamkan di kampung Astana Desa Pakadekan Kecamatan Tirtayasa Kawadanaan Pontang Serang Banten.
 - Cibulakan terdapat di muara sungai Kupahandap Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang Banten
 - Makam Cicaringin terletak di daerah Cikareo Cimanuk Pandeglang Banten
 - Ujung Kulon Desa Cigorondong kecamatan Sumur Kawadanaan Cibaliung kebupaten Pandeglang Banten
 - Gunung Anten terletak di kecamatan Cimarga Kawadanaan Leuwi Damar Rangkas Bitung
 - Pakuan Lumajang terletak di Lampung
 - Gunung Pangajaran terletak di Desa Carita Kawadanaan Labuan Pandeglang, disini tempat latihan silat macan.
 - Majau terletak didesa Majau kecamatan Saketi Kawadanaan Menes Pandeglang Banten
 - Mantiung terletak di desa sumur batu kecamatan Cikeusik Kewadanaan Cibaliung Pandeglang.
 - Ki Jemah dimakamkan di kampong Koncang desa Kadu Gadung kecamatan Cimanuk Pandegang Banten.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar