Syekh Muhammad bin Umar Nawawi Al-Bantani Al-Jawi, adalah ulama 
Indonesia bertaraf internasional, lahir di Kampung Pesisir, Desa Tanara,
 Kecamatan Tanara, Serang, Banten, 1815. Sejak umur 15 tahun pergi ke 
Makkah dan tinggal di sana tepatnya daerah Syi’ab Ali, hingga wafatnya 
1897, dan dimakamkan di Ma’la. Ketenaran beliau di Makkah membuatnya di 
juluki Sayyidul Ulama Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz). Daerah Hijaz adalah daerah yang sejak 1925 dinamai Saudi Arabia (setelah dikudeta oleh Keluarga Saud).
Diantara ulama Indonesia yang sempat belajar ke Beliau adalah Syaikhona Khalil Bangkalan dan Hadratusy Syekh KH Hasyim Asy’ari.
 Kitab-kitab karangan beliau banyak yang diterbitkan di Mesir, 
seringkali beliau hanya mengirimkan manuscriptnya dan setelah itu tidak 
mempedulikan lagi bagaimana penerbit menyebarluaskan hasil karyanya, 
termasuk hak cipta dan royaltinya. Selanjutnya kitab-kitab beliau itu 
menjadi bagian dari kurikulum pendidikan agama di seluruh pesantren di 
Indonesia, bahkan Malaysia, Filipina, Thailand, dan juga negara-negara 
di Timur Tengah. Begitu produktifnya beliau dalam menyusun kitab 
(semuanya dalam bahasa Arab) hingga orang menjulukinya sebagai Imam 
Nawawi kedua. Imam Nawawi pertama adalah yang membuat Syarah Shahih 
Muslim, Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Riyadlush Shalihin, dll. Namun 
demikian panggilan beliau adalah Syekh Nawawi bukan Imam Nawawi.
Jumlah kitab beliau yang terkenal dan banyak dipelajari ada sekitar 
22 kitab. Beliau pernah membuat tafsir Al-Qur’an berjudul Mirah Labid 
yang berhasil membahas dengan rinci setiap ayat suci Al-Qur’an. Buku 
beliau tentang etika berumah tangga, berjudul Uqudul Lijain (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia) telah menjadi bacaan wajib para mempelai yang akan segera menikah. Kitab Nihayatuz Zain
 sangat tuntas membahas berbagai masalah fiqih (syariat Islam). Sebuah 
kitab kecil tentang syariat Islam yang berjudul Sullam (Habib Abdullah 
bin Husein bin Tahir Ba’alawi), diberinya Syarah (penjelasan rinci) 
dengan judul baru Mirqatus Su’udit Tashdiq. Salah satu karya beliau dalam hal kitab hadits adalah Tanqihul Qoul, syarah Kitab Lubabul Hadith (Imam Suyuthi). Kitab Hadits lain yang sangat terkenal adalah Nashaihul Ibad,
 yang beberapa tahun yang lalu dibahas secara bergantian oleh Alm. KH 
Mudzakkir Ma’ruf dan KH Masrikhan (dari Masjid Jami Mojokerto) dan 
disiarkan berbagai radio swasta di Jawa Timur. Kitab itu adalah syarah 
dari kitabnya Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Di antara karomah beliau adalah, saat menulis syarah kitab Bidayatul 
Hidayah (karya Imam Ghozali), lampu minyak beliau padam, padahal saat 
itu sedang dalam perjalanan dengan sekedup onta (di jalan pun tetep 
menulis, tidak seperti kita, melamun atau tidur). Beliau berdoa, bila 
kitab ini dianggap penting dan bermanfaat buat kaum muslimin, mohon 
kepada Allah SWT memberikan sinar agar bisa melanjutkan menulis. 
Tiba-tiba jempol kaki beliau mengeluarkan api, bersinar terang, dan 
beliau meneruskan menulis syarah itu hingga selesai. Dan bekas api di 
jempol tadi membekas, hingga saat Pemerintah Hijaz memanggil beliau 
untuk dijadikan tentara (karena badan beliau tegap), ternyata beliau 
ditolak, karena adanya bekas api di jempol tadi.
Karomah yang lain, nampak saat beberapa tahun setelah beliau wafat, 
makamnya akan dibongkar oleh pemerintah untuk dipindahkan tulang 
belulangnya dan liang lahadnya akan ditumpuki jenazah lain (sebagaimana 
lazim di Ma’la). Saat itulah para petugas mengurungkan niatnya, sebab 
jenazah Syekh Nawawi (beserta kafannya) masih utuh walaupun sudah 
bertahun-tahun dikubur. Karena itu, bila pergi ke Makkah, Insya Allah 
kita akan bisa menemukan makam beliau di Pemakaman Umum Ma’la. Banyak 
juga kaum Muslimin yang mengunjungi rumah bekas peninggalan beliau di 
Serang, Banten.
Bersambung ke bagian 3…
  {Edit}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar