Senin, 23 Desember 2013

Jalaluddin Rumi


Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau sering pula disebut dengan nama Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi. Ayahnya masih keturunan Abu Bakar, bernama Bahauddin Walad. Sedang ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm. Ayah Rumi seorang cendekia yang saleh, ia mampu berpandangan ke depan, seorang guru yang terkenal di Balkh. Saat Rumi berusia 3 tahun karena adanya bentrok di kerajaan maka keluarganya meninggalkan Balkh menuju Khorasan. Dari sana Rumi dibawa pindah ke Nishapur, tempat kelahiran penyair dan ahli matematika Omar Khayyam. Di kota ini Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan si bocah pengungsi ini kelak akan masyhur yang akan menyalakan api gairah Ketuhanan.

Karya
Kumpulan puisi Rumi yang terkenal bernama al-Matsnawi al-Maknawi konon adalah sebuah revolusi terhadap Ilmu Kalam yang kehilangan semangat dan kekuatannya. Isinya juga mengeritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung melampaui batas, mengebiri perasaan dan mengkultuskan rasio.
Diakui, bahwa puisi Rumi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan para sufi penyair lainnya. Melalui puisi-puisinya Rumi menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta, bukan semata-mata lewat kerja fisik. Dalam puisinya Rumi juga menyampaikan bahwa Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamai.
Ciri khas lain yang membedakan puisi Rumi dengan karya sufi penyair lain adalah seringnya ia memulai puisinya dengan menggunakan kisah-kisah. Tapi hal ini bukan dimaksud ia ingin menulis puisi naratif. Kisah-kisah ini digunakan sebagai alat pernyataan pikiran dan ide.
Banyak dijumpai berbagai kisah dalam satu puisi Rumi yang tampaknya berlainan namun nyatanya memiliki kesejajaran makna simbolik. Beberapa tokoh sejarah yang ia tampilkan bukan dalam maksud kesejarahan, namun ia menampilkannya sebagai imaji-imaji simbolik. Tokoh-tokoh semisal Yusuf, Musa, Yakub, Isa dan lain-lain ia tampilkan sebagai lambang dari keindahan jiwa yang mencapai ma’rifat. Dan memang tokoh-tokoh tersebut terkenal sebagai pribadi yang diliputi oleh cinta Ilahi.
Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah :
jangan tanya apa agamaku. aku bukan yahudi. bukan zoroaster. bukan pula islam. karena aku tahu, begitu suatu nama kusebut, kau akan memberikan arti yang lain daripada makna yang hidup di hatiku.
Jalaluddin Rumi adalah penyair sufi terbesar sepanjang zaman. Nama lengkapnya ialah Jalaluddin Muhammad bin Husayn al-Khattibi al-Bahri. Banyak gelar yang disandangnya, yang paling popular ialah Khudawandagar, yang dalam bahasa Turk artinya Tuan Besar.
Dalam sajak-sajaknya dia menggunakan takhallus (nama pena) Khamsuy, yang artinya Diam. Di Turki dia dipanggil Mevlana atau Mawlawi, artinya sama dengan Syekh. Beberapa muridnya seperti Aflaki menyebutnya Sirr Allah al-A`zam (Rahasia Agung Tuhan). Gelar al-Rumi atau Mulla yi-Rum diberikan karena dia menghabiskan sebagian besar masa hidupnya di Asia Kecil, yaitu Turki atau Anatolia, yang pada awal abad ke-13 sebagian besar dari wilayah itu masih merupakan bagian kekaisaran Rumawi atau Bizantium.
Rumi lahir pada 6 Rabi`ul Awwal 604 H bertepatan dengan 30 September 1207 M di Balkh, kini Afghanistan, sebuah kota yang pada abad ke-13 merupakan pusat kebudayaan Parsi. Beliau wafat pada 5 Jumad il Akhir 672 H bertepatan 16 Disember 1273 M di Qunya, Turki
Ayah Rumi, Muhammad ibn Husyain al-Khatibi alias Bahauddin Walad ialah seorang ulama terkenal di Balkh dan bergelar Sultan al-`Ulama. Ibu beliau ialah ahli keluarga raja Khwarizmi. Pada tahun 1210, beberapa tahun sebelum kerajaaan Khwarizmi ditakluk tentara Mongol, keluarga Rumi pindah ke Khurasan, kemudian Nisyapur. Pada ketika tentara Mongol menakluki kerajaan Khwarizmi pada tahun 1220 keluarga Rumi mengungsi ke Baghdad dan kemudian ke Mekkah. Dari Mekkah mereka pindah ke Damaskus, Syria, dan akhirnya menemui tempat tinggal yang selamat di Kunya, Turki.
Tidak diketahui secara pasti mengapa Bahauddin Walad dan keluarganya pindah dari Balkh, provinsi Parsi bahagian Timur, menuju Khurasan. Ada dua pendapat mengenai sebab-sebab keluarga itu mengungsi ke Barat: pertama ialah invasi tentara Mongol. Kedua, masalah politik dalaman kerajaan Khwarizmi.Menurut anlisis beberapa ahli sejarah pada masa itu raja Khwarizmi yang sangat berkuasa Muhammad Khwarazmisyah menentang Tarikat Kubrawiyah yang dipimpin oleh Bahauddin Walad.
Namun pendapat ini diragui kerana pada waktu itu Bahauddin Walad mempunyai kedudukan yang tinggi dalam lingkungan kerajaan Khwarizmi. Para sufi sendiri berpendapat bahawa invansi Mongollah yang mendorong Bahauddin Walad pindah ke Khurasan, kemudian ke Nisyapur. Di Nisyapur keluarga Bahauddin Walad bertemu dengan Fariduddin `Attar. `Attar sangat terkesan pada Rumi yang pada waktu itu berusia 7 tahun, malahan `Attar meramalkan bahawa pada suatu ketika nanti Rumi akan menjadi seorang guru spiritual agung yang masyhur. `Attar memberi hadiah buku Asrar-namah (Kitab Rahsia Ketuhanan) kepada Rumi kecil.
Kedatangan Bahauddin Walad kerana mendapat jemputan dari Sultan `Ala`uddin al-Kayqubad, penguasa Anatolia. Keluarga Bahauddin Walad tinggal mula-mula tinggal di Laranda selama 4 tahun pada tahun 1211-1215. Di Laranda Jalaluddin Rumi menikahi Jauhar Khatun, putri seorang ulama terkenal. Dari perkawinannya itu Rumi memperolehi anak lelaki yang kemudiannya masyhur sebagai seorang sufi dan pemimpin Tarikat Maulawiyah, iaitu Sultan Walad.
Pada tahun 1215 Sultan Kayqubad mengundang Bahauddin Walad tinggal di Kunya, ibukota kerajaan Anatolia. Pada waktu Kunya merupakan pusat kebudayaan Islam menggantikan peranan Baghdad yang pada tahun 1256 M diduduki dan dihancurkan oleh tentara Mongol di bawah pimpinan panglimanya Hulagu Khan. Sebagai pusat kebudayaan Kunya merupakan tempat pertemuan kebudayaan Barat dan Timur, serta pusat pertemuan berbagai agama khususnya Yahudi, Kristen dan Islam. Sebagai kota pusat pengajian ilmu Kunya menarik perhatian kaum cerdik cendekia dan pelajar dari berbagai-bagai negeri.. Selepas Baghdad ditakluki oleh tentera Mongol pimpinan Jengis Khan, banyak golongan terpelajar dari negeri Islam bahagian Timur mengungsi ke Kunya, sehingga kota ini segera berkembang menjadi pusat pengajian yang penting pada akhir abad ke-13 M.
Di kota ini banyak sekali terdapat lembaga-lembaga pendidikan Islam dan Kristian. Penduduk Kunya, sebagaimana penduduk Anatolia (Turki), terdiri dari berbagai bangsa. Di kota ini dapat dijumpai banyak bangsa Arab, Parsi, Turk, Greek, Armenia dan Kurdi.
Pada ketika Bahauddin Walad tiba di Kunya beliau mendapat sambutan hangat dari masyarakat Muslim. Dengan mendapat bantuan daripada Sultan Kayqubad Bahauddin Walad mendirikan sebuah madrasah yang cukup besar. Dalam masa satu tahun ratusan murid berdatangan untuk belajar kepada ulama terkenal itu. Pada tahun 1331 M Bahauddin Walad meninggal dunia. Pengurusan madrasahnya dipegang oleh Jalaluddin Rumi yang baru berusia 24 tahun.
Pada tahun 1232 M seorang ulama sufi terkenal bernama Syeikh Burhanuddin al-Muhaqqiq al-Tirmidhi datang di Kunya dan mendapat sambutan hangat penduduk yang ingin mempelajari tasawuf. Rumi yang baru satu tahun menggantikan ayahnya juga tertarik untuk belajar kepada Burhanuddin al-Tirmidhi. Maka beliau menyerahkan pengurusan madrasahnya kepada orang lain, dan beliau sendiri belajar ilmu tasawuf di bawah bimbingan Syekh Burhanuddin al-Tirmidhi. Selama sembilan tahun lamanya Rumi mengamalkan kehidupan sebagai seorang ahli sufi, dan selama itu beliau meluangkan masa mempelajari ilmu-ilmu agama di Madrasah Halawiyah, Aleppo, Syria. Pada umur 33 tahun Rumi sudah menguasai ilmu tasawuf, tafsir al-Qur`an, Hadits, usuluddin, ilmu syariat dan fiqih, sejarah dan kesusasteraan Islam, serta falsafah dan teologi.
Pada tahun 1241 Rumi kembali ke Kunya dan membina sebuah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu-ilmu agama, termasuk tasawuf. Beliau segera masyhur sebagai guru agama yang berpengetahuan tinggi dan mempunyai anak murid ratusan orang. Beliau tidak hanya mengajarkan ilmu syariat dan fiqah, tetapi juga ilmu tasawuf Untuk kebanyakan murid beliau mengajar ilmu formal, namun untuk murid-muridnya yang terpilih beliau mengajar ilmu tasawuf. Pergaulan Rumi juga sangat luas. Murid-muridnya bukan hanya orang Arab dan Parsi yang datang ke Kunya, tetapi juga orang-orang Turk dan Yunani. Pengalaman beliau mengajar ratusan murid dari berbagai kalangan dan kaum selama lima tahun memberi banyak hikmah kepada Rumi. Pada akhirnya beliau menyedari bahawa pengetahuan formal (ilmu-ilmu syariat dan fiqah) tidak mudah mengubah jiwa manusia, Menurut Rumi pengajaran formal ternyata tidak sanggup membuat kepribadian seseorang berkembang sebagaimana diharap.
Tingkah laku manusia, menurut Rumi, dapat berubah apabila sikap jiwa dan fikiran mereka berubah terhadap dunia dan Tuhan. Manusia akan mendapat kepribadiannya yang baik apabila fikiran dan jiwanya terang, serta memiliki perasaan positif terhadap segala sesuatu. Memeluk agama apa pun seseorang, tidak berbeda. kecuali apabila mereka menyadari potensi tersembunyi daripada dirinya sebagai makhluk spiritual yang memancarkan cahaya ilahiyah
Sejak Rumi menyedari hal tersebut beliau selalu berpendapat bahawa undang-undang (hukum), pemikiran dan pengetahuan tidak cukup bagi pendidikan seseorang. Beliau pun mulai jemu kepada berbagai-bagai bentuk formalisme dan dogmatisme yang diajarkan para ulama, pendeta dan rabbi. Rumi menyedari bahawa dalam diri manusia ada suatu tenaga tersembunyi, yang apabila digunakan sungguh-sungguh dengan cara yang benar, dapat membawa manusia ke dalam kebahagiaan dan pengetahuan yang luas dan tak terbatas Tenaga tersembunyi itu ialah Cinta Ilahi (`Ishq).
Pada tahun 1224-5 M. seorang guru kerohanian yang kharismatik daripada Tabriz, Iran, Syamsiuddin al-Tabrizi atau Syamsi Tabriz, muncu di kota Kunya.. Kedatangan Syamsi Tabriz inilah yang membawa perubahan besar dalam kehidupan Rumi. Selama bertahun-tahun Rumi mengikuti sufi pengembara ini dan meninggalkan sekolah yang telah beliau bina selama 4 tahun.
Syamsi Tabriz ialah seorang darwsih besar yang kharismatik. Pemikiran beliau sangat kritis dan radikal. Khutbah-khutbahnya memikat dan kandungan khutbah-khutbahnya sangat mendalam. Beliau ialah seorang sufi yang sangat berbeza dengan sufi konvesional pada zamannya. Rumi mendapati dalam diri tokoh Syamsi Tabriz keperibadian manusia yang berpengetahuan tinggi dan telah lama pula beliau dambakan. Gambaran kepribadian apakah yang dijumpai Rumi dalam diri Syamsi Tabriz? Gambaran peribadi seorang Insan Kamil, itulah jawabnya.
Syamsi mengembara ke pelbagai negeri Islam yang penduduknya sedang putus asa dan kebingungan disebabkan penjarahan tentara Mongol dan peperangan Salib yang menghancurkan negeri-negeri kaum Muslimin. Beliau pergi mengembara untuk mengkhutbahkan perlunya manusia mencintai Tuhan agar kepercayaan dirinya tumbuh kembali. Beliau pula mengajarkan umat Islam agar berikhtiar sekuat tenega memeerangi kelemahan diri mereka dan bangkit menegakkan kembali keimanan untuk meraih masa depan yang lebih baik. Syamsi mengembara tanpa memikirkan harta dan keselamatan jiwanya hanya dengan maksud: mengajarkan perlunya manusia mengembangkan tamadun yang sepenuhnya didasarkan atas cinta.
Demikianlah perjumpaan Rumi dengan Syamsi Tabriz sejak awal memberi kesan mendalam terhadap kedua-dua tokoh spiritual tersebut. Rumi tidak dapat berpisah daripada gurunya, kemana saja gurunya pergi beliau mengikutinya. Lambat laun persahabatan tersebut merubah kepribadian Rumi. Tokoh yang sebelumnya dipandang oleh penduduk Qunya sebagai seorang guru syariat dan ilmu fiqah yang saleh dan pendiam itu kini berubah menjadi seorang darwish dan penyair yang gemar akan ekstase kerohanian. Perubahan itu lebih dirasakan lagi pada tahun 1246 ketika Syamsi Tabriz tiba-tiba menghilang dan meninggalkan Qunya menuju Damaskus, tanpa memberi kabar kepada Rumi Menurut setengah-setengah riwayat Syamsi Tabriz meninggalkan Qunya kerana diusir oleh murid-murid Rumi yang tidak menginginkan persahabatan antara Rumi dan Syamsi berlangsung lebih lama. Hal ini dapat dimengerti kerana sejak bertemu Syamsi Tabriz, Rumi tidak pernah lagi hadir di kelas untuk mengajar. Rumi menghabiskan seluruh waktunya untuk mendengarkan khutbah-khutbah Syamsi Tabriz dan mempraktekkan disiplin kerohanian.
Pada ketika Syamsi Tabriz pergi ke Damaskus, Rumi mengutus beberapa muridnya untuk menemui guru kerohanian itu. Pada tahun 1247 Syamsi Tabriz berjaya dibujuk untuk kembali ke Qunya, tetapi tak lama kemudian beliau menghilang untuk selama-lamanya. Rumi berikhtiar untuk mencarinya sendiri ke merata tempat. Semakin lama kerinduan Rumi akan kehadiran gurunya semakin mendalam. Dalam ekstase Rumi selalu membayangkan kehadiran gurunya dan pada saat-saat sedemikian itu puisi-puisi mistikal Rumi dihasilkan.
Pada tahun 1249 Rumi kembali ke Qunya sebagai seorang penyair dan memulai tugas barunya sebagai guru kerohanian. Beliau mencipta tarian spiritual, iaitu tari-tarian berputar seperti gazing yang oleh orang Eropah disebut “the Whirling Dervish’s Dance”.
Tarian ini dipertunjukkan oleh para pengikut Tarikat Maulawiyah dalam upacara sama`, konser kerohanian sufi yang terdiri daripada pembacaan azan, zikir, wirid, diiringi muzik (suling), rawatib (nyanyian kudus) dan pembacaan puisi keagamaan. Dalam upacara sama` inilah biasanya para sufi mengalami ekstase mistikal dan apabila yang mengalaminya seorang penyair maka dia akan dapat menghasilkan sajak-sajaknya. Rumi sendiri menghasilkan kebanyakan sajak-sajaknya pada ketika beliau mengalami ekstase, atau selepas meditasi (tafakkur). Sajak-sajak itu diucapkan oleh penyair dan dirakam oleh beberapa orang murid atau temannya.
Rumi dan Karya-karyanya
Rumi ialah seorang penyair sufi yang prolifik. Menurut A. J. Arberry beliau menulis kurang lebih 34.662 bait puisi dalam bentuk ghazal (diwan), ruba`i dan mathnawi.
Di samping itu beliau juga menulis beberapa risalah tasawuf berdasarkan khutbah-khutbah yang disampaikan kepada murid-muridnya dan penduduk Qunya. Karya-karya Rumi yang terkenal ialah:
1. Diwan-i Shamsi Tabriz (Sajak-sajak Pujian Kepada Shamsi Tabriz).
2. Mathnawi-i Ma`nawi
3. Ruba`iyat
4.. Fihi Ma Fihi (Di Dalamnya Ada Seperti Yang Ada Di Dalamnya)
5.. Makatib
6. Majalis-i Sab`ah
1. Diwan Syamsi Tabriz. Antologi ini terdiri daripada 36.000 bait puisi, sebahagian besarnya berbentuk ghazal. Dalam setiap maqta` (bait akhir) Rumi selalu mencantum nama Shamsi Tabriz sebagai pengganti nama dirinya. Nampak bahawa dalam Diwan-nya itu Rumi, sebagai penyair, mengidentifikasi dirinya dengan guru spiritualnya. Sebahagian besar sajak dalam antologi ini ditulis pada ketika penyairnya mengalami ekstase kerohanian. Sajak-sajak dalam Diwan sangat muzikal dan kaya akan ritme, sedangkan image-imagenya sangat hidup. Pengaruh ekstase dan tarian mistikal Tarikat Maulawiyah besar terhadap sajak-sajak dalam buku ini. Kerana penyairnya menumpukan perhatian pada makna, maka ghazal-ghazal dalam Diwan banyak yang menyimpang daripada prosodi dan metrum ghazal konvensional.
2. Mathnawi-i Ma`nawi. Kitab ini disebut juga Husami-namah (Kitab Husam). Apabila Diwan-i Shamsi Tabriz diilhami oleh Shamsi Tabriz, Mathnawi ditulis untuk memenuhi permintaan Husamuddin, salah seorang murid Rumi. Husamuddin meminta gurunya agar bersedia memaparkan rahsia-rahsia ilmu tasawuf dalam sebuah sebuah karya sastera seperti Hadigah al-Haqiqah karya Sana`i dan Mantiq al-Tayr karya Fariduddin `Attar. Buku ini dikerjakan selama 12 tahun, dibahagikan kepada 6 jilid, terdiri daripada 35.700 bait sajak. Terjemahan dalam bahasa Inggeris tebalnya 2000 muka surat. Abdurrahman Jami, penulis sufi abad ke-15 menyatakan bahawa Mathnawi-i Ma`nawi merupakan Tafsir al-Qur`an dalam bahasa Persia (Hast Qur`an dar zaban-i Pahlavi). Yang dimaksud tafsir di sini ialah ta`wil atau tafsir spiritual terhadap ayat-ayat al-Qur`an yang ditulis dalam bentuk prosa-puisi yang indah atau mathnawi. Buku ini dipandang oleh para penilai sebagai karya sastra sufi terbesar sepanjang zaman. Nilai didaktik dan sasteranya amat mengagumkan. Setiap jilid memuat pendahuluan dalam bahasa Arab, dan selanjutnya Rumi menggunakan bahasa Parsi. Rumi menghuraikan luasnya lautan semangat kerohanian dan perjalanan manusia menuju dunia dan daripada dunia menuju kebenaran hakiki.
3. Ruba`iyat. Walaupun tidak masyhur sebagaimana kedua-dua karya Rumi di atas, namun sajak-sajak dalam buku ini tidak kurang indah dan agung. Ruba-iyat terdiri daripada 3.318 bait puisi. Melalui bukunya ini, sebagaimana melalui sajak-sajaknya dalam Diwan, Rumi menunjukkan diri sebagai penyair lirik yang agung.
4. Fihi Ma Fihi. Himpunan percakapan Rumi dengan rakan-rakan dan murid-muridnya. Buku ini kaya dengan hikmah dan membicarakan persoalan-persoalan yang dipertanyakan oleh murid-murid atau sahabat-sahabat dekat Rumi tentang berbagai perkara kemasyarakatan dan keagamaan.
5. Makatib. Himpunan surat-surat Rumi kepada sahabat-sahabat dekatnya, terutamanya Shalaluddin Zarkub dan seorang menantu perempuannya. Dalam buku ini Rumi mengungkap kehidupan spiritualnya sebagai seorang penempuh jalan kerohanian. Di dalamnya juga terkandung nasihat-nasihat Rumi kepada murid-muridnya berkenaan perkara-perkara praktikal dalam jalan tasawuf.
6. Majalis-i Sab`ah.. Himpunan khutbah Rumi di masjid dan majlis-majlis keagamaan.
Sajak-sajak dalam “Diwan”
Sudah pun dijelaskan bahawa sajak-sajak Rumi dalam Diwan-i Shamsi Tabriz memiliki ritema dan kualiti muzik yang kaya kerana kebanyakan sajak-sajak itu dicipta dalam suasana ekstase mistikal. Sudah pun dijelaskan pula bahawa sebagaimana penyair sufi yang lain gagasan yang diungkap Rumi dalam sajak-sajaknya ialah cinta transendental (`ishq), iaitu sejenis cinta mistikal yang dapat menembus bentuk formal dan membawa pecinta kepada hakikat kehidupan yang bersifat spiritual. Cinta jenis ini, menurut Rumi, dapat menerbitkan kegairahan spiritual terhadap sesuatu yang dicintai dan dengan itu mendorong seseorang berikhtiar mengenal lebih dalam dan secara langsung yang dicintai.
Dalam sajak-sajaknya Rumi menggunakan banyak kisah-kisah yang bersifat kesejarahan atau legenda. Kisah-kisah tersebut digunakan sebagai perumpamaan (tamsil) untuk melukiskan pengalaman mistikalnya yang berkenaan cinta transendental. Image-image visual dan simbolik sajak-sajak Rumi juga kata, diambil daripada alam, peristiwa sejarah, kehidupan sehari-hari dan bentuk peribadatan. Image anggur dan cawan, alam tetumbuhan dan khaywan, kosmologi dan anthropologi. sangat digemari Rumi. Image simbolik yang juga sangat sering digunakan ialah yang berkenaan cahaya, misalnya matahari, bulan, lampu, pelita dan api. Cinta sering dilukiskan api yang nyalanya dapat menerangi kegelapan, tetapi juga api yang dapat membakar keinginan atau nafsu rendah.
Ciri lain puisi Rumi yang khas ialah pada setiap baris terakhir penyair menggunakan kata-kata Diam! atau menyebut nama Shamsi Tabriz, yang dikaitkan dengan Matahari Kebenaran, sebab kata Shams sendiri bermakna matahari dan kepribadian Shamsi Tabriz memancarkan cahaya kebenaran. Diam merujuk kepada rahsia terdalam penciptaan ialtu ‘cinta ilahi’ (`ishq-i ilahi), atau sikap jiwa yang selalu memusatkan pandangan (tafakkur, meditasi) kepada Sang Pencipta.
Rumi berpendapat bahawa untuk memahamkan kehidupan dan asal-usul kewujudan dirinya manusia mesti menggunakan jalan Cinta, bukan hanya jalan Pengetahuan. Cinta, menurut Rumi ialah asas penciptaan alam semesta dan kehidupan di dalamnya. Di sini cinta dapat bermakna kehendak yang kuat untuk mencapai sesuatu atau menjelmakan sesuatu. Cinta juga dapat diberi makna pengetahuan intuitif yang bersifat langsung, yang didasarkan pada gerak hati terdalam. Dalam kehidupan beragama cinta dapat diberi erti sebagai keimanan yang mendalam dan kukuh kepada Yang Maha Kuasa. Kalau saja cinta yang menggerakkan perputaran alam semesta dan kehidupan makhluq-makhluq di dalamnya, maka cinta pulalah yang menggerakkan kehidupan manusia menuju kebehagiaan dan kebenaran.
Cinta juga sering diberi erti sebagai kecenderungan hati seseorang yang kuat terhadap sesuatu. Cinta pada akhirnya membawa seseorang mengenal sesuatu secara mendalam, iaitu hakikat kehidupan yang terselindung di sebalik bentuk-bentuk zahir yang aneka ragam dan memukau. Kerana cinta dapat membawa manusia kepada Kebenaran Tertinggi maka Rumi berpendapat bahawa cinta merupakan sayap yang dapat membawa terbang seseorang kepada Sang Pencipta (Khaliq):
Inilah Cinta: Terbang tinggi ke langit
Setiap saat mencampakkan ratusan hijab
Pertama kali menyangkal hidup (zuhud),
Pada akhirnya (jiwa) berjalan tanpa kaki (tubuh)
Cinta memandang dunia telah raib
Dan tak mempedulikan yang nampak di mata

Ia memandang jauh ke sebalik dunia bentuk-bentuk
Menembus hakikat segala sesuatu
Dalam sajak di atas nampak bahawa Rumi memandang cinta sebagai suatu dorongan luhur dan tak tereralakkan, suatu dorongan yang membawa seseorang mencapai hakikat kehidupan yang baqa’. Hidup di dalam Yang Baqa merupakan kebahagiaan tertinggi, bebas daripada bentuk-bentuk yang memukau mata.
Semua agama, menurut Rumi, mengajarkan pentingnya cinta, iaitu cinta kepada alam kerohanian yang merupakan asal-usul kehidupan manusia. Cinta kerohanian semacam itu dapat menembus perbezaan ras, bangsa dan agama. Dalam sebuah sajaknya Rumi mengatakan bahawa hakikat manusia sebenar ialah kediriannya yang bersifat spiritual atau rohani. Diri spiritual manusia tidak berasal daripada tanah atau api, tetapi daripada Sang Maha Pencipta.
Apa yang mesti kulakukan o Muslim? Kerana aku tak mengenal diriku.
Aku bukan Kristian, Yahudi, Majusi dan bukan pula Muslim.
Aku tak berasal dari Timur atau Barat, tidak dari darat atau lautan.
Aku tidak dari alam, atau angkasa biru yang berputar-putar.
Aku tidak dari tanah, air, udara atau api.
Tidak dari bintang zuhra atau debu, tidak dari kewujudan dan wujud.
Aku tidak berasal dari India, China, Bulgar atau Saqsin.
Tidak dari kerajaan Iraq atau Khurasan.
Aku tidak berasal dari dunia ini, tidak dari alam akhirat,
Tidak pula dari syurga atau neraka;
Tidak daripada Adam dan Hawa, atau Taman Eden dan Malaikat Ridwan
Tempatku tidak bertempat, jejakku tidak berjejak.
Aku bukan milik tubuh dan jiwa, aku milik jiwa Kekasih.
Kubuang dualitas, kupandang dua alam satu semata;
Satu sahaja yang kucari, Satu yang kukenal, kulihat dan kuseru
Dialah Yang awal dan yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin.
Dalam sajak di atas Rumi pertama-tama menyatakan bahawa cinta sejati dapat membawa manusia menembus bentuk-bentuk zahir dan mencapai hakikat tertinggi kemanusiaan. Kerat terakhir sajak di atas merupakan petikan ayat al-Qur`an yang menjelaskan bahawa Tuhan itu Abadi, serta Maha Nyata dan sekaligus Maha Gaib. Tuhan itu Maha Nyata apabila manusia dapat membaca tanda-tanda kebesaran-Nya dalam penciptaan alam semesta dan diri manusia. Tanda-tanda kebesaran Tuhan dalam diri manusia ialah penciptaan roh, yang merupakan pusat kehidupan manusia. Menurut al-Qur`an roh manusia itu dihembuskan Allah ke dalam tubuh, dan dengan rohnya itu manusia menjadi khalifah Tuhan di atas bumi. Tanda kebesaran Tuhan yang lain dalam diri manusia ialah adanya akal dan fikiran yang merupakan fakulti kejiwaan utama, dan akal fikiran tidak dimiliki oleh makhluq lain kecuali manusia. Kerana memiliki akal dan cinta manusia dapat menyerap berbagai pengetahuan tentang alam nyata mahupun alam kerohanian.
Dalam sajak di atas Rumi melihat hakikat manusia dari dalam, daripada alam batin. Sememangnya secara hakikinya manusia itu makhluq spiritual dan asal penciptaan manusia bukan daripada tanah atau syurga, melainkan daripada Yang Maha Gaib. Melalui sajak di atas Rumi memperlihat dirinya sebagai penyair universal. Di dalam kerat pertama sajak di atas Rumi mengatakan bahawa mengenal hakikat diri sangat penting untuk setiap Muslim, sebab dengan mengenal hakikat dirinya manusia akan mengenal Tuhannya sebagaimana dinyatakan dalam sebuah Hadis. Dengan mengenal Tuhan secara mendalam, manusia dapat mendekatkan diri dengan Tuhannya.
Salah satu wujud cinta dalam kehidupan manusia ialah ketaatan seseorang melaksanakan syariat atau perintah agamanya, terutamanya sembahyang atau salat. Dalam tradisi Islam salat dianggap sebagai mikrajnya orang Islam atau kenaikan jiwa manusia menuju Yang Satu. Seraya membayangkan kegairahan guru spiritualnya, Shamsi Tabriz, yang sembahyangnya khusuk, Rumi menulis:
Sekarang kulihat kekasih jiwaku, mutiara segala ciptaan, terbang ke langit bagaikan roh Mustafa;
Matahari malu melihat wajahnya, di angkasa cuaca kelam kabut bagaikan hati; Cahayanya membuat air dan lumpur lebih terang daripada api
. Kataku, “Mana tangganya untuk tempat naik, tunjukkan! Aku ingin juga terbang
ke langit!”
Ia menjawab, “Tangga tempatmu naik ialah kepalamu, sujudkan kepalamu di bawah telapak kakimu!”
Apabila kau jejakkan kakimu di atas kepalamu, maka kakimu akan mengendarari bintang-bintang!
Apabila kau ingin mengarung angkasa luas, angkatlah kakimu ke langit, mari naik!
Di hadapanmu terbentang seratus jalan menuju langit, setiap subuh kau terbang tinggi ke langit seperti seuntai doa.
Dalam sajak di atas Rumi menyatakan bahawa bentuk sembahyang orang Islam yang terdiri daripada tegak, rukuk dan sujud, merupakan simbol daripada kenaikan menuju Yang Haqiqi. Menyembah Tuhan dengan bersujud bermakna meletakkan kaki di langit, dan dalam sembahyang seseorang terbang ke langit mengendarai doa yang diucapkan. Sajak di atas dapat dirujuk pada sajak “Inilah Cinta: Terbang tinggi ke langit…” Image-image berkenaan bentuk peribadatan Islam juga dapat dilihat dalam sajak Rumi yang lain:
Dalam salat malam, tatkala matahari terbenam, jalan panca indera tertutup dan jalan menuju yang Gaib terbuka luas;
Kemudian malaikat penjaga tidur tiba menghalau roh pergi ke langit, bagaikan penggembala menghalau burung-burung.
Menurut Rumi segala bentuk ibadah, khususnya sembahyang, zikir, tafakkur dan membaca al-Qur`an (tilawah atau tartila) merupakan bentuk penyucian diri, iaitu penyucian diri dari nafsu rendah, dan penyucian kalbu.atau hari, iaitu daripada inggatan kepada selain Dia. Dalam sajak berikut Rumi menggambarkan cinta kepada dunia membuat beban jiwa manusia menjadi berat. Beban itu mesti dibersihkan sebab apabila telah bertumpuk akan menjelma sampah sarap yang mengotori jiwa Dengan menyucikan diri dan hati kesihatan jiwa akan pulih semula dan penglihatan hati akan jernih dan terang.
Dari langit setiap saat wahyu turun ke dalam kalbumu, “Bagaikan sampah berapa lamakah usia hidupmu di atas bumi? Naiklah!”
Sesiapa yang beban jiwanya berat, pada akhirnya akan menjadi sampah. Apabila sampah memenuhi tong, bersihkan!
Janganlah lumpur itu dibuat kewruh setiap kali, agar air kolammu jernih dan sampah mudah dibuang dan dukamu sembuh.
Demikian roh, bagaikan obor, asapnya lebih tebal dibanding cahayanya. Apabila gumpalan asap lenyap, cahaya dalam rumah tak akan dipermainkan lagi.
Kau sentiasa bercermin ke dalam air keruh, kerana itu bukan bulan ataupun matahari kau lihat Apabila kegelapan menutup langit, matahari dan bulan tak nampak.
Angin utara bertiup, udara segar. Untuk membawa udara segar angin sepoi bertiup pada waktu subuh.
Angin roh bertiup membuat segar dada yang sesak disebabkan derita. Nafas ringan terhela dan jiwa rasa hampa.
Di bumi roh ialah pengembara asing, negeri tanpa ruang itulah yang ia rindukan, Mengapa nafsu amarah sentiasa gelisah? .
.Roh suci, berapa lamakah kau akan mengembara di bumi? Kau elang raja, terbanglah kembali kepada siul Baginda!
Menurut Rumi dalam kenyataan manusia selalu melihat ke dalam air yang keruh (dunia) sehingga cahaya bulan dam matahari (petunjuk Tuhan) tidak nampak. Kegelapan dalam hati manusia sendirilah yang membuat manusia tifak dapat melihat matahari dan bulan yang sebetulnya bersinar di dalam dirinya. Rumi juga menyatakan bahawa sembahyang menyembutkan jiwa manusia dari duka yang dideritanya. Cinta ialah seperti sembahyang, dapat menyembuhkan manusia daripada duka yang dideritanya. Lebih jauh Rumi menyatakan bahawa Cinta memiliki kekuatan luar biasa dalam merubah kepribadian, perasaan dan fikiran manusia. Hal ini dinyatakan dalam sajak berikut:
Kerana cinta duri menjadi mawar
Kerana cinta cuka menjelma anggur segar
Kerana cinta pentungan menjadi mahkota penawar
Kerana cinta kemalangan menjadi keberuntungan
Kerana cinta rumah penjara nampak bagaikan kedai mawar
Kerana cinta timbunan debu kelihatan sebagai taman
Kerana cinta api berkobar menjadi cahaya menyenangkan
Kerana cinta Saytan berubah menjadi bidadari
Kerana cinta batu keras menjadi lembut bagaikan mentega
Kerana cinta duka menjadi riang gembira
Kerana cinta hantu berubah menjadi malaikat
Kerana cinta singa tidak menakutkan bagaikan tikus
Kerana cinta sakit menjadi sihat
Kerana cinta amarah berubah menjadi keramah-tamahan
Cinta juga dapat membawa pergi seseorang ke luar daripada dirinya dan mencapai persatuan rahsia dengan Raja Dunia. Sembahyang yang khusyuk, doa yang diserukan kuat-kuat dalam hati, permohonan taubat yang sungguh-sungguh, dapat membuat seseorang merasa sangat dekat dengan Tuhan dan berpeluang memperoleh petunjuk dan permohonannya dikabulkan. Rumi menulis dalam sajaknya:
Seperti mawar aku tertawa seluruh tubuh, tak hanya mulut, sebab aku berada di luar diriku, bersendiri bersama Raja Dunia.
Kau yang datang pada waktu subuh membawa pelita dan membawa terbang hatiku, bawalah rohku terbang juga, jangan hanya hatiku!
Jangan bikin rohku nanar cemburu, jangan kau pisah ia daripada hatiku; jangan hanya hatiku dipanggil menghadap hadirat-Mu!
Kirimlah pesanan kerajaan, sebar luaskanlah maklumat, o Sultan! Berapa lamakah hatiku akan tinggal di hadirat-Mu, sedangkan rohku tetap sebatang kara?
Apabila malam ini kau tak datang, sebagaimana kemarin, dan bibirku lunglai kerananya, maka aku akan meronta bersama rohku sekuat tenaga, tidak bersendiri aku ini meratap.
Dalam mencapai kebenaran tertinggi atau kebenaran agama, menurut Rumi, jalan Cinta lebih utama dibandingkan jalan Akal atau Pengetahuan. Rumi menulis:
.. Pencinta punya pelindung dalam pembuluh darahnya,
Pencinta sibuk membicarakan Cinta yang tak dapat dibandingkan.
Kata Akal, “Rukun iman yang lima perkara sudah mencukupi, tiada lagi jalan”
Cinta menjawab, “Ada sebuah jalan, berulang kali aku melaluinya!”
Akal melihat pasar, kemudian mulai berjualan
Cinta melihat ada banyak pasar di sebalik pasar akal.
Banyak al-Hallaj mereka temui di sana, mereka meyakini jiwa cinta
Dan menolak mimbar seraya memilih tiang gantungan
Pencinta yang faqir memiliki penglihatan hati penuh pesona
Orang yang hanga mengandailkan pada akal, hatinya gelap, semua disangkalnya
Akal berkata, “ Janganlah kakimu dijejakkan di situ,
Di halaman istana hanya duri yang tumbuh!”
Cinta berkata, “Duri-duri ini semuanya milik akal yang bersarang dalam dirimu!”
Waspadalah dan diam, buanglah duri kehidupan dari telapak kaki!
Supaya kau mendapat pelindung di dalam dirimu.
Shamsi Tabriz! Kaulah matahari dalam awan kata-kata;
Apabila matahari terbit, maka setiap kata pun sirna!
Telah dijelaskan bahawa karya seorang penulis sufi biasanya merupakan tafsir terhadap ayat al-Qur`an, termasuk bentuk peribadatan atau ajaran agama. Dalam sajak berikut Rumi menafsirkan puasa pada bulan Ramadhan bukan saja sebagai bentuk penyucian diri atau pengendalian diri, tetapi juga sebagai ikhtiar untuk memberi peluang kepada jiwa mendapatkan hidangan dari langit yang lebih lazat daripada hidangan (makanan) yang berasal dari bumi.
Bulan puasa telah tiba. larangan raja mulai berlaku: jauhkan tanganmu daripada makanan, hidangan rohani telah disediakan.
Roh telah bebas dari pengasingan dirinya dan menundukkan tangan tabiat jelek; hati yang sesat telah dikalahkan dan perajurit iman telah sampai.
Bala tentera penidur telah menyerah dan segera ditawan, dari bara penyulut api jiwa tiba seraya meratap;
Lembu itu begitu molek, Musa bin Imran muncul; melaluinya si mati hidup semula apabila badannya telah melaksanakan upacara qurban;
Puasa ialah upacara qurban kita, yang menghidupi jiwa; mari kita qurbankan badan kita, kerana jiwa tiba sebagai tamu;
Iman yang teguh ialah awan lembut, kearifan ialah hujan yang tercurah darinya, kerana pada bulan iman inilah al-Qur`an diwahyukan.
Apabila nafsu badani dikawal, roh akan mikraj ke langit; apabila pintu penjara dirubuhkan maka jiwa akan mencapai pelukan Kekasih.
Hati telah menukar tabir gelapnya dan menggerakkan sayapnya ke angkasa; Hati, yang menyerupai malaikat, sekali lagi tiba di tengah mereka.
Tangkaplah tali pengikat tubuhnya, di atas perigi berteriaklah, “Yusuf dari Kana`an telah tiba!”
Pada waktu `Isa Almasih terjatuh dari keledainya maka doanya diterima Allah;
Cucilah tanganmu, kerana Hidangan langit telah tiba;
Cucilah tangan dan mulutmu, jangan makan atau bercakap=cakap; carilah kata dan suapan nasi yang diturunkan untuk dia Si Diam!
Semua ibadah yang dilakukan dengan tulus dan ikhlas oleh seorang pemeluk agama yang teguh merupakan manifestasi daripada cinta. Demikian pula halnya dengan ibadah puasa. Sebagai ibadah, puasa pada bulan Ramadhan merupakan bentuk pengurbanan jiwa. Sememangnya cinta menuntut pengurbanan. Pengurbanan yang dimaksud ialah pengurbanan jiwa dan hati, yang hanya diperuntukkan kepada-Nya.
Rumi, Muzik dan Puisi
Rumi, sebagaimana para sufi pada umumnya dalam abad ke-13, bukan hanya pencinta puisi, tetapi juga pencinta seni secara keseluruhannya termasuk muzik dan tari. Bagi mereka seni yang bercorak keagamaan dan kerohanian dapat dijadikan tangga naik atau media transendensi menuju pengalaman religius atau transendental. Rumi sendiri juga seorang pencipta komposisi muzik dan lagu, serta seorang koreografer ulung pada zamannya. Beliau mahir meniup suling. Alat muzik kegemarannya ialah suling, pandura, rebab, biola, rebana, tabla dan pandura. Bukunya Mathnawi diawali dengan pemaparan “Kisah Lagu Seruling”, yang melambangkan dan mengekspresikan kerinduan para sufi untuk kembali ke kampung halamannya dalam alam ketuhanan, atau mengekspresikan kerinduan mereka kepada Tuhan, Sang Kekasih.
Menurut Rumi kerinduan segala sesuatu kepada asal-usulnya atau permulaan kejadian dirinya bersifat kudrati. Dalam Mathnawi III:4436-7, beliau menulis:
Hasrat tubuh akan padang hijau dan air memancur
Terbit kerana ia (Adam) berasal dari tempat itu (Taman Eden)
Kerinduan jiwa kepada Kehidupan dan Yang Maha Hidup
Terbit kerana ia berasal dari Jiwa Abadi
Dalam sajak “Kisah Lagu Seruling” Rumi mengumpamakan kerinduan seorang sufi untuk bersatu dengan Tuhannya sebagai kerinduan suling yang ingin bersatu semula dengan asalnya iaitu batang pokok bambu yang rimbun. Rasa pilu yang terdengar melalu lagu seruling terbit kerana kesedaran bahawa ia terpisah jauh dari batang pokok bambu yang merupakan tempatnya yang asal dan sebenar. Hasratnya untuk kembali dan bersatu semula dengan asalnya itu menyebabkan ia tergerak menyampaikan keluh-kesahnya dalam nyanyian yang merdu. Suling atau seruling melambangkan jiwa yang rindu kepada asal-usul kerohaniannya dalam alam metafizik, dan kerinduannya itu dibakar oleh api cinta. Kerana dibakar oleh api cinta maka nyanyian indah dan lagu merdu dapat dihasilkan.
Dalam sajak itu Rumi hendak menjelaskan bahawa semua bentuk seni yang indah berasal dari hati seorang seniman yang cinta akan keindahan hakiki dan daripada perasaan rindunya yang membara untuk mencapai keindahan tersebut. Melalui lagu atau nyanyian yang disampaikannya itu seseorang berikhtiar mengekpresikan dan merealisasikan dirinya. Dalam bahagian awal “Kisah Lagu Seruling” Rumi menyatakan, bermaksud:
Dengan alunan pilu seruling bambu
Sayu sendu lagunya menusuk kalbu
Sejak ia bercerai dari batang pokok rimbun
Sesaklah hatinya dipenuhi cinta dan kepiluan
Walau dekat tempatnya laguku ini
Tak seorang tahu serta mau mendengar
O kurindu kawan yang mengerti perumpamaan ini
Dan mencampur rohnya dengan rohku
Api cintalah yang membakar diriku
Anggur cintalah yang memberiku cita mengawan
Inginkah kau tahu bagaimana pencinta luka?
Dengar, dengar alunan lagu seruling bambu
Melalui ungkapan “Inginkah kau tahu bagaimana pencinta luka? Dengar, dengar alunan lagu seruling bambu!” Rumi menyatakan bahawa mereka yang ingin mengetahui derita jiwa para sufi, yang membuat ia merindukan Tuhannya, agar mendengar kisah lagu seruling dan memahamkan maknanya. Seruling menyampaikan lagu yang sendu dan pilu, namun indah dan merdu, kerana kepiluannya yang mendalam disebabkan terpisah daripada asal-usul kerohaniannya.
Kepiluan disebabkan berpisah dengan seseorang atau kampung halaman membuat kerinduan seseorang terbakar, dan rindu merupakan permulaaan daripada cinta. Ungkapan ‘api cinta’ yang dinyatakan Rumi dalam sajaknya itu ialah api rindu. Sama seperti halnya cinta, rasa rindu dapat membawa jiwa atau fikiran seseorang terbang jauh melampaui awan gemawan untuk menemui orang yang dirindui atau dicintai. Dalam sajak di atas Rumi sekaligus juga hendak menyatakan bahawa muzik atau nyanyian dapat dijadikan media menyampaikan rasa rindu dan media untuk terbang jauh ke alam transendental atau kerohanian.
Dalam sajaknya yang lain Rumi menyatakan bahawa nyanyian yang merdu dan muzik keagamaan yang indah dapat menerbitkan perasaan rindu dan cinta bangkit dalam hati pendengarnya. Hal ini dapat terjadi disebabkan lagu keagamaan yang indah dan penuh harmoni dapat membawa ingat jiwa manusia kepada suara-suara yang pernah di dengarnya dalam alam keabadian. Menurut al-Qur`an Adam dan Hawa, yang merupakan nenek moyang umat manusia, pada mulanya bermukim di Taman Firdaus atau Taman Eden yang diliputi oleh keindahan. Di sana mereka akrab sekali dengan lagu-lagu dan suara yang indah. Maka suara muzik atau lagu keagamaan yang indah dapat membakar kerinduan jiwa manusia kepada syurga, yang merupakan tempatnya yang asal. Rumi menulis, yang maksudnya:
Nada suling dan puput yang menawan telinga
Dikatakan dari putaran angkasa biru asalnya
Sedangkan iman yang mengatas rantai angan dan cita
Tahu siapa pembuat suara sumbang dan merdu
Kami ialah bahagian daripada Adam, bersamanya kami dengar
Lagu indah para malaikat dan serafim
Kenangan kami, walau tolol dan menyedihkan
Sentiasa tertambat pada alunan muzik syurga
O, Muzik ialah darah dan daging para pencinta
Muzik menggetarkan jiwa sehingga terbang ke angkasa
Bara berpijar, api abadi dalam hati semakin berkobar
Kami dengar sentiasa dan hidup dalam ria dan damai
Dalam sajaknya yang lain Rumi menyatakan betapa besarnya pengaruh muzik keagamaan kepada jiwa pendengarnya:
.
Gemuruh bunyi terompat dan gedebam suara genderang
Serupa dengan suara gemuruh nafiri alam semesta
Para filosof berkata keselarasan ini dari perputaran angkasa asalnya
Melodi yang dilagukan orang dengan pandura dan kerongkongan
Sesungguhnya ialah suara perputaran angkasa
Para pemeluk agama yang teguh percaya
Pengaruh syurga membuat yang tak menyenangkan menjadi indah
Sejak itulah muzik merupakan hidangan para pencinta Tuhan
Kerana di dalam muzik ada cita rasa ketenteraman jiwa
Apabila jiwa mendengar lagu dan suara seruling
Ia mengumpulkan tenaga dan menjelmakannya ke dalam tindakan
Api cinta semakin berkobar-kobar kerana nada lagu yang indah
Seperti semangat orang melemparkan benda berat ke dalam air
Selain dapat membawa pendengarnya ke alam transendental, musik keagamaan dapat memberi ketenangan kepada jiwa dan juga memberi kekuatan, dan dengan demikian keimanan terhadap Sang Kebenaran Tertinggi semakin teguh dan mendalam. Cinta yang mendalam kepada Tuhan dikaitkan dengan tumbuhnya kekuatan batin, dan muzik dapat memberi perangsang ke arah itu.

Teks “Lagu Seruling”
Berikut disajikan terjemahan teks “Lagu Seruling” yang lebih lengkap. Terjemahan ini didasarkan pada naskhah tertua yang diterbitkan oleh R. A. Nicholson beserta terjemahannya dalam bahasa Inggeris. Maksud penyajian teks ini ialah agar pelajar dapat melihat lebih jelas kaitan perumpamaan lagu seruling dengan gagasan Rumi tentang cinta.
Dalam teks dikatakan, “Setiap orang yang berada di tempat yang jauh dari asalnya, akan merasa rindu untuk kembali ke masa tatkala ia masih bersatu dengannya (asalnya)”. Kerinduan tersebut dilambangkan dengan kerinduan seruling untuk bersatu semula dengan batang pokok bambu. Ungkapan tersebut diilhamkan oleh ayat al-Qur`an, “Inna li` Llah wa inna ilayhi raji`un” (Sesungguhnya daripada Tuhan dan kembali kepada Tuhan).
Ungkapan di atas menjelaskan bahawa asas kewujudan segala sesuatu bersifat spiritual. Manusia ialah makhluq atau ciptaan Tuhan paling indah dan sempurna dilihat daripada sudut kerohanian, kerana menurut al-Qur`an manusia itu dicipta mengikut surah-Nya (gambar-Nya) dan ke dalam diri manusia Tuhan meniup roh. Berlandaskan kenyataan tersebut maka roh dipandang sebagai hakikat terdalam diri manusia. Maka itu para sufi menyatakan bahawa di dalam roh manusia ada bahagian paling inti yang merupakan rahsia Tuhan (sirr Allah). Dengan itu manusia pertama sekali ialah makhluq spiritual, bukan makhluq jasmani. Yang menentukan kehidupan manusia ialah kerohaniannya.
Rumi juga menyatakan bahawa “Roh tidak terdinding daripada tubuh, pun tubuh tidak terdinding daripada roh, namun tubuh tidak diperkenankan melihat roh”. Dengan itu roh dan tubuh sebetulnya dekat, tetapi tubuh tidak dapat melihat roh. Ungkapan tersebut didahului dengan ungkapan, “Rahsia laguku tidak jauh tempatnya daripada ratapku, namun mana ada telinga mandengar dan mata melihat.” Ini bermakna makna atau rahsia yang tersembunyi dalam lagu sendu seruling bambu tidak dapat difahamkan dengan pemahaman biasa. Ia dapat difahamkan melalui pendengaran dan penglihatan batin (makrifat).
Terbitnya kesedaran jiwa dan roh akan asal-usul kerohaniannya digerakkan oleh Cinta, bukan oleh logika. Kata Rumi, “Inilah api Cinta yang bersemayam dalam seruling bambu, inilah kobaran semangat Cinta yang terkandung dalam anggur”. Seruling bambu merujuk kepada jiwa yang diresap kerinduan mendalam kepada Tuhan, kobaran semangat Cinta dalam anggur merujuk kepada ekstase atau kemabukan mistikal dalam jiwa seorang sufi yang tertawan oleh keindahan-Nya.
Tubuh dan roh merupakan dua entiti yang sesungguhnya bertentangan, namun menjadi satu dalam diri manusia. Kerana tubuh dan roh pada dasarnya saling bertentangan, maka pertentangan yang ada dalam jiwa manusia merupakan perkara biasa atau kudrati. Tubuh (hawa nafsu) memandang bahawa lagu kerohanian yang didengar dari suling bambu merupakan racun, tetapi roh atau jiwa yang rindu kepada Yang Haqiqi memandang lagu tersebut sebagai ubat penawar atau ubat yang dapat menyembuhkan duka disebabkan rindu.Kata Rumi, “Siapa pernah melihat racun dan ubat penawarnya sekaligus seperti seruling?”
LAGU SERULING
Dengar lagu seruling bambu menyampaikan kisah pilu perpisahan
Tuturnya, “Sejak daku tercerai dari indukku rumpun bambu,
Ratapku membuat lelaki dan wanita mengaduh.
Kuingin sebuah dada koyak disebabkan perpisahan
Dengan itu dapat kupaparkan kepiluan berahi cinta.
Setiap orang yang berada jauh dari tempat asalnya
Akan rindu untuk kembali dan bersatu semula dengan asalnya.
Dalam setiap pertemuan kunyanyikan nada-nada senduku
Bersama mereka yang yang riang dan sedih aku berhimpun
Rahsia laguku tidak jauh daripada ratapku
Namun mana ada telinga mendengar dan mata melihatnya?
Tubuh tidak terdinding daripada roh
Pun roh tidak terdinding daripada tubuh
Namun tak ada tubuh yang diperkenankan melihat roh
Riuhnya suara seruling ialah kobaran api, bukan tiupan angin
Mereka yang tidak memiliki api hidupnya sia-sia
Inilah api Cinta yang bersemayam dalam seruling bambu
Inilah kobaran semangat yang terkandung dalam anggur
Seruling ialah sahabat mereka yang terpisah dari sahabatnya
Lagunya sendu dan menusuk kalbu kami
Siapakah yang pernah melihat racun
Dan ubat penawarnya sekaligus seperti seruling?
Siapakah yang pernah menyaksikan orang berduka cita
Dan Pencinta yang menyampaikan rasa rindunya seperti seruling?
Seruling mengisahkan jalan bersimbah darah
Dan menyingkap kembali rindu dendam Majenun.
Hanya kepada meraka yang tidak faham
Kefahaman dan pemahaman dialamatkan:
Lidah tidak punya pelanggan selain telinga.
Dalam kepiluan kami hari-hari hidup kami berlalu tak kenal waktu
Hari-hari kami juga berjalan bersama kepiluan membara
Apabila hari-hari kami mesti pergi, biarlah kami pergi
Abadilah Kau, sebab tiada yang lebih kudus daripada Kau!
Mereka yang tak terpuaskan oleh air-Nya bukan ikan:
Mereka yang tak punya roti buat dimakan setiap hari
Akan berasa alangkah lamanya hari-hari berlalu.
Tiada barang mentah dapat memahamkan kemasakan:
Kerana itu akan kuringkas kata-kataku. Selamat tinggal!
Anakku, patahkan belenggu yang mengikatmu dan bebaskan dirimu!
Berapa lamakah kau akan terikat pada perak dan emas?
Apabila air laut kau tuang ke dalam kendi,
Berapa banyakkah air yang dapat ditakung?
Hanya cukup untuk bekal sehari!
Kendi itu, mata yang tak pernah kenyang itu, takkan penuh:
Ingatilah, tiram yang belum penuh takkan berisi mutiara.
Dia yang jubahnya dipinjamkan dengan cinta sajalah
Yang bersih daripada kelobaan dan ketamakan.
Selamat datang, ya Cinta yang memberi keberuntungan indah–
Kaulah tabib sehala sakit kami, pemulih keangkuhan dan kesombongan
Filosof dan Tabib kami yang sebenar!
Kerana Cinta tubuh yang terbuat daripada tanah ini
Dapat terbang ke angkasa luas, mikraj!
Gunung-gunung lantas menari dan tangkas kakinya.
Cinta menurunkan ilham kepada Bukit Sinai, o Pencinta!
Kerana itu Bukit Sinai mabuk dan Musa jatuh pingsan!
Apabila aku mengikut bibir yang satu haluan dengan bibirku
Aku akan seperti seruling, menazamkan semua yang dapat kunazamkan.
Tetapi dia yang terpisah daripadanya, mulutnya akan membisu
Walaupun memiliki ratusan pantun dan gurindam!
Apabila mawar pergi dan taman lenyap
Maka kisah burung bulbul takkan lagi terdengar.
Kekasih ialah segala-galanya dan pencinta ialah hijabnya
Kekasih ialah hidup dan pencinta benda mati.
Apabila Cinta tidak mengacuhkannya
Jadilah ia bagaikan burung tanpa sayap, sungguh malang!
Bagaimana aku memiliki kesedaran di hadapan dan di sampingku,
Apabila Cahaya Kekasih tak menampakkan diri di hadapan dan sampingku?
Cinta menghendaki hakikat dunia diperlihat:
Apabila cermin tak memantulkan bayangan, apakah sebabnya?
Tahukah kau mengapa cermin jiwa tak memantulkan bayangan
Kerana karatnya tidak dibersihkan daripada parasnya
O Sahabat, dengarlah kisan ini: dalam Kebenaran
Terkandung sumsum kewujudan roh kita.
(Terjemahan Abdul Hadi W. M.)
Sajak di atas merujuk kepada tari dan muzik kerohanian Tarikat Maulawiyah yang diselenggarakan dalam upacara-upacara keagamaan.
Sumber : http://taufikrahmatullah.wordpress.com/2012/12/16/jalaludin-rumi-dan-puisi-puisi-tasawufnya__/#more-168
Dunia Islam pernah melahirkan Jalaludin Ar-Rumi, atau orang-orang barat sering menyebutnya Jalaludin Rumi. Beliau adalah seorang pujangga sufi yang hidup di kota Konya, yaitu daerah Turki sekarang ini. Ajaran-ajaran beliau tentang cinta kasih dan keluhuran budi sampai kini terus dipelajari. Kaum muslim banyak berhutang budi atas kontribusinya memperkenalkan tasawuf dan spiritualisme Islam kepada barat. Orang-orang di Eropa dan Amerika banyak belajar nilai-nilai Islam dari karya-karya Rumi.
Sebagai seorang pujangga sufi beliau banyak menulis puisi-puisi dan kisah-kisah yang bermuatan spiritual. Salah satu karyanya adalah Matsnawi-i-Ma’nawi, yang berisi ribuan bait syair yang sangat indah dalam bahasa Persia. Matsnawi, yang oleh para ilmuwan disebut sebagai “Al Quran dalam bahasa Persia” karena keindahan bahasa dan kedalaman dimensi spiritual yang termuat di dalamnya, menjadi sebuah karya yang paling banyak diterjemahkan sepanjang masa. Di dalamnya banyak termuat kisah-kisah penuh mutiara hikmah. Saya kutip salah satunya.
Jalaludin Rumi berkisah tentang seorang penduduk Konya yang punya kebiasaan aneh. Ia suka menanam duri di pinggir jalan. Setiap hari kerjanya menanam duri. Lama kelamaan, pohon duri yang ia tanam menjadi besar. Awalnya orang-orang yang lewat jalan itu tidak merasa terganggu oleh duri-duri. Mereka baru mulai protes setelah duri itu mulai bercabangdan mempersempit jalan yang dilalui mereka. Hamper setiap orang pernah tertusuk duri itu. Yang menarik lagi, bukan orang lain saja yang terkena tusukan duri. Si penanamnya pun berulang kali tertusuk duri tanaman yang ia pelihara.
Petugas kota Konya lalu datang menegur orang itu dan memintanya agar menyingkirkan tanaman berduri dari jalan. Si penanam enggan untuk menebang tanamannya. Tapi setelah banyak orang yang protes, akhirnya ia berjanji untuk menebang tanaman itu keesokan harinya. Tapi ternyata pada hari berikutnya, ia menunda pekerjaannya. Demikian pula hari berikutnya. Hal itu berlangsung terus-menerus hingga akhirnya orang itu sudah menjadi sangat tua dan tanaman berduri itu sudah menjadi pohon yang sangat kokoh. Orang tua itu sudah tak sanggup lagi untuk mencabut pohon berduri yang ia tanam.
Dalam bahasa sederhana, Rumi menasehati kita, “kalian, wahai orang-orang yang malang, adalah penanam duri. Tanaman berduri itu adalah kebiasaan dan sifat buruk kalian, perilaku tercela yang selalu kalian pelihara dan sirami. Karena perilaku buruk itu, banyak sudah yang menjadi korban. Dan korban yang paling menderita adalah kalian sendiri. Karena itu, jangan menunda untuk menebang duri itu. Ambillah kapak dan tebang duri-duri itu sekarang, agar orang bisa melanjutkan perjalanan tanpa terganggu olehmu.”
Ingatlah rumpun berduri itu setiap kebiasaan burukmu
Berulang kali tusukannya menyobekkan kakimu
Berulangkali kamu terluka oleh akhlakmu yang keji
Kamu tak punya perasaan, bebal dan keras hati
Jika terhadap luka yang kamu torehkan pada orang
Yang semua dari watakmu yang garang
Kamu tak peduli, paling tidak pedulikan lukamu sendiri
Kamu menjadi bencana bagi semua orang dan diri sendiri
Ambillah kapak dan tebas layaknya lelaki
Runtuhkan benteng Khaibar, laksana Ali
’”KISAH-KISAH SUFI” JALALUDDIN RUMI (5)
Menanggapi Tipu Muslihat Wasir Yahudi
DIA yang mengetahui ilmu jiwa, kata-katanya akan terasa manis dan lezat, namun karena dicampur pahit maka kegetiran menyertainya pula.
Wasir itu telah mencampur yang baik dengan yang buruk ke dalam semua kata-katanya.
Indera lahirnya berkata, “Kerjakan ini dengan sungguh-sungguh!!” Namun sebaliknya kepada jiwa berkata, “Berlalailah dan tinggalkan kewajiban!”
Jika warna perak itu putih dan biru, maka tangan dan baju akan menjadi hitam dibuatnya.
Walau pun api itu merah, berkilauan nyalanya dan agung, lihat! Yang dihasilkan ialah perbuatan keji dan kelam.
Ada sinar kelihatan terang pada mata, namun pencerapan lain memandangnya sebagai perampok penglihatan.
Bagi orang Nasrani yang tidak mawas diri itu, perkataan wasir dianggapnya sebagai kerah baju pada lehernya.
Selama enam tahun dia telah berpisah dari raja dan kini menjadi panutan para pengikut Isa Almasih.
Orang-orang sepenuhnya menggantungkan diri dan hati mereka kepadanya dalam seluk beluk agama; mereka siap mati menjalankan perintah dan keputusan sang wasir.
Bagaimana Raja Mengirim Pesan Rahasia Kepada Wasir
Pesan dari raja kepada wasir, dan dari wasir kepada raja, silih berganti berdatangan. Diam-diam raja menyatakan kepuasan hatinya.
Raja menulis kepada wasir :”O, Sumber keberuntungan! Waktunya kini telah tiba; bertindaklah segera agar pikiranku tenang!”
Wasir menjawab: “Lihatlah, wahai Raja, aku sedang mengaduk kekacauan dalam agama Nasrani.”
Dua Belas Kabilah Nasrani Dan Pemimpin Mereka
Pengikut-pengikut Isa Almasih kebetulan memiliki dua belas amir yang punya wewenang memimpin dan mengatur kaum masing-masing.
Masing-masing kabilah mengikuti dan patuh kepada seorang amir, dan masing-masing amir mempunyai aturan tentang cara-cara kabilah mereka mencari nafkah.
Dua belas amir orang Nasrani dan semua pengikut para amir ini adalah abdi setia wasir yang busuk hati itu.
Mereka semua mempercayai kata-katanya, mereka semua mengambil suri tauladan dari sang wasir.
Tiap amir harus bersedia menyerahkan nyawanya pada jam dan waktu yang ditentukan apabila wasir menitahkannya harus mati.
Wasir Mengacaukan Kandungan Injil
Wasir kini menyiapkan beberapa gulungan naskah, tiap gulungan diperuntukkan bagi kabilah yang berbeda-beda; masing-masing naskah berbeda isinya. Syariat dan aqidah masing-masing beragam jenisnya, saling bertentangan dari awal sampai akhir.
Dalam satu naskah wasir menetapkan bahwa jalan kerahiban dan lapar merupakan asas pertobatan dan syarat terciptanya kepatuhan dalam menjalankan syariat agama.
Dalam naskah yang satu lagi dia menulis: “Kerahiban tidak memberi keuntungan sedikit pun: di jalan ini tiada tempat bagi pembebasan kecuali pemborosan hati.
Dalam gulungan lain dikatakan “Kelaparan dan kedermawanan akan menjadikan kau bersatu dengan-Nya, itulah tujuan segala penyembahan. Kecuali beriman kepada Tuhan dan sabar dalam suka dan duka, semua yang lain adalah tipu muslihat dan perangkap.”
Dalam gulungan lain lagi dia menulis: “Diwajibkan atasmu menyembah Tuhan, berpikir lain kecuali percaya kepada Tuhan akan mendatangkan keraguan.”
Dalam naskah yang satu dia berujar: “Tuhan memberi perintah dan larangan, namun tidak untuk dilaksanakan semuanya: Perintah dan larangan-Nya sekadar pernyataan untuk menunjukkan kelemahan manusia.
Jika kita telah menyadari kelemahan kita, seketika itu juga kita akan mengakui kekuatan Tuhan.”
Dalam naskah lain lagi wasir menulis: “Jangan pedulikan kelemahanmu: Kelemahan adalah tindakan kurang bersyukur kepada Tuhan. Berhati-hatilah!
Perhatikan kekuatanmu, karena ia berasal dari-Nya, dan ketahuilah bahwa kekuatanmu merupakan anugerah Tuhan Yang Mutlak .”
Dalam gulungan satunya lagi dia menulis: “Tinggalkanlah kelemahan dan kekuatan: apa saja dalam penglihatan (selain dari Tuhan) merupakan berhala.”
Dalam naskah lain dia berkata: “Jangan buang pandangan serba dua ini, karena ia adalah lampu penerang di jalan kekhusyukan.
Jika kau membuang penglihatan dan khayalan, kau akan membuang lampu persatuan di malam hari.”
Dalam naskah yang lain pula dia berkata: “Lemparkanlah lampu itu, jangan takut! Sebagai imbalannya akan kausaksikan ribuan penglihatan dapat bertukar-tukar.
Jika kau melemparkannya maka cahaya rohmu akan semakin terang: Melalui pandangan ini maka Lailamu akan menjadi Majenunmu.
Jika seseorang menolak dunia dengan penyangkalan, dunia akan datang kepadamu dengan persembahan yang jauh lebih banyak lagi.”
Dalam naskah yang satu pula dia berkata: “Apa yang dikurniakan Tuhan kepadamu merupakan nikmat begitu dianugerahkan.
Dia menjadikan mudah bagimu, dan ambillah ia dengan senang hati: jangan karamkan dirimu dalam kesusahan.”
Dalam naskah yang lain ia berkata: “Biar segala yang termasuk hawa nafsu sirna, sebab itu keliru dan buruk jika dikumpulkan dengan sifat-sifatmu yang fitri.
Banyak jalan yang mudah dapat ditempuh manusia; semua agama sama, tidak ada beda baginya.
Jika Tuhan membuat agama mudah sebagai jalan lurus, maka tiap-tiap orang Yahudi dan Majusi pasti mengenal Tuhan .”
Dalam naskah yang satu lagi dia berkata: “Karena semua agama dijadikan mudah, maka sebenarnya tidak ada hidangan rohani yang dapat memuaskan kalbu.
Jika lonjakan girang indera telah berlalu, seperti tanah payau, tidak ada lagi buah dan panen dapat dinikmati.
Buah yang dihasilkan tidak ada, selain penyesalan: oleh sebab itu berdagang hanya menghasilkan kerugian, tak kurang tak lebih.
Pada akhirnya, bukankah yang ’mudah’ itu adalah nama yang sebenarnya dari ’sukar’?
Bedakan sukar dari mudah: Lihat kebaikan bergerak dari yang sukar menuju yang mudah!”
Dalam naskah yang lain dia berkata: “Carilah seorang guru: kalian takkan mendapatkan pandangan tajam dari nenekmoyangmu sampai akhir hayatmu.”
Demikianlah tiap-tiap mazhab dan aliran keagamaan memiliki tujuan sesuai dengan titik tolaknya: oleh karena terjepit orang-orang Nasrani itu segera terperangkap dalam kekeliruan.
Mengetahui tujuan tidak semudah menggenggam tangan: Jika tidak demikian, mana mungkin ada perbedaan antara agama satu dengan agama lainnya?
Dalam naskah yang satu dia berkata: “Sesungguhnya kau adalah guru itu sendiri, sebab kau telah mengenal sang guru.
Jadilah seorang insan dan jangan senang menghamba pada orang di luar kabilahmu.
Pergilah, tempuh jalan pilihanmu sendiri; jangan menjadi orang yang kebingungan mencari penunjuk jalan.
Dalam naskah yang satu dia berkata; “Semua yang aneka ragam ini satu semata: barang siapa memandangnya dua, ia adalah si kerdil yang bermata juling.”
Dalam naskah yang lain dia berkata: “Bagaimana yang namanya seratus dapat disebut satu? Orang yang berpikir demikian itu gila!”
Ajaran yang disampaikan sang wasir saling bertentangan satu dengan yang lain: Bagaimana mungkin ajarannya bisa dipandang satu? Adakah racun dan gula satu?
Sebelum kau mampu membedakan antara racun dan gula, bagaimana kau akan mampu mencium bau semerbak tauhid dan keesaan wujud Tuhan?
Dua belas kitab dengan gaya dan penyajian berbeda telah siap disusun oleh musuh agama Nabi Isa.
Penjelasan tentang apa dan bagaimana perbedaannya tampak pada bentuk ajarannya, bukan dalam hakekatnya.
Karena tidak punya penglihatan waras, wasir tidak mampu merasakan kesatuan warna dari pakaian Nabi Isa, pun tidak tahu susunan zat warna yang larut dalam air tempat pencelupan kainnya.
Dari tempat pencelupan sebuah baju yang warnanya seratus akan menjadi bersahaja dan warnanya satu semata seperti cahaya.
Namun bukan warna tunggal yang mendatangkan kejemuan pandangan, melainkan ketuanggalan warna seperti ikan dan air yang cerlang.
Walau pun di tanah kerontang bertaburan ribuan warna, namun ikan akan bertarung melawan kekeringan.
Siapa ikan dan apa arti laut dalam perumpamaan ini? Tuhan Maha Besar dan Mulia ibaratnya ialah Lautan tidak bertepi.
Di dunia keperiadaan ratusan laut dan ikan bersujud memuja Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Betapa banyak hujan rahmat telah tercurah, sehingga laut bertaburan mutiara.
Betapa banyak matahari berlimpahan telah bersinar, hingga awan dan laut belajar menjadi pengasih dan pemurah.
Sinar matahari hikmah menerangi tanah dan lempung, hingga bumi membuka tangan menyambut benih.
Tanah begitu teguh dalam iman dan apa saja yang kautanam di dalamnya akan kau petik jenis yang sama tanpa terkecoh sedikit pun.
Dari keimanan muncul keyakinan kepada Tuhan, karena itu matahari keadilan bersinar atasnya.
Sebelum musim semi tiba membawa alamat Tuhan, tanah takkan menyingkap rahasia-rahasianya.
Yang Pemurah telah memberikan kepada benda-benda yang tidak bergerak ini keterangan, keimanan dan kelurusan.
Kasih sayang-Nya membuat benda-benda ini mengetahui, sedangkan kemurkaannya membuat buta orang-orang yang mengetahui.
iwa dan hati tidak dapat menahan siksaan itu, kepada siapa aku mesti bicara? Di dunia ini sekarang tidak ada yang dapat menerima ayat ini.
Di mana ada telinga yang mendengar, melalui Dia telinga itu akan menjelma mata; di mana ada batu, melalui Dia batu kasar menjadi batu mulia.
Dia adalah ahli kimia yang agung– Apa artinya ilmu kimia dibanding tindakanNya (sunatullah)?.
Dia adalah pemberi mujizat kepada nabi-nabi. Apa arti sihir dan tenung dibanding mukjizatnya ini?
Kulantunkan puji-pujian ini karena dalam diriku tersembunyi kelalaian; puji-pujian adalah bukti dari periadaku, dan periada adalah suatu keaiban.
Dia menghendaki kita menjadi sesuatu yang bukan periada di dalam kehadiran wujud-Nya: Dalam kehadiran-Nya apa arti wujud (periada) kita? Kegelapan dan kemuraman semata-mata.
Tidakkah kemuraman datang dari duka, bagaimana tempat keberadaan ini bisa tetap membeku seperti es?
Bagaimana Wasir Merancang Bencana
Wasir bodoh dan lalai itu, seperti si raja Yahudi, kini sedang berperang melawan yang kekal dan yang tidak terelakkan.
Dia melawan Tuhan Yang Maha Besar, yang dengan tiupan roh dapat melahirkan seratus dunia seperti dunia kita dari yang tiada menjadi ada.
Seratus dunia seperti dunia kita Dia perlihatkan pada penglihatan, bila matamu telah dibuat melihat oleh-Nya melalui cahaya-Nya sendiri.
Jika kepadamu dunia tampak luas dan tidak berlubuk, ketahuilah bahwa bagi Yang Maha Kuasa ia tidak lebih besar dari zarrah.
Dunia ini ialah penjara bagi jiwamu, sungguh, pergilah kau ke sana. Di situ terletak negerimu yang terbuka.
Dunia ini ada batas cakrawalanya, dan sungguh yang lain itu tidak terhingga: gambar dan bentuk ialah hijab dalam melihat hakekat.
Ribuan pasukan berkuda Fir`aun porak poranda oleh tangan Musa dengan sebatang tongkatnya.
Yang ribuan itu ialah keahlian terafetik Galenus: di hadapan Isa Alaihis Salam dan nafasnya yang ribuan itu ia hanya akan menjadi bahan tertawaan.
Yang ribuan ialah kasidah-kasidah zaman jahiliyah: di hadapan sabda Rasulullah yang buta huruf ribuan kasidah itu akan merasa malu.
Melawan Tuhan Maha Penakluk, bagaimana orang tidak akan binasa dengan sendirinya, jika bukannya menjadi para bedebah yang celaka?
Sering pikiran yang kuat dan tegar bagaikan gunung Dia cabut seakar-akarnya, dan burung yang cerdik Dia gantung dengan kedua kakinya di ranting pohonan.
Mengasah akal dan kepintaran tidaklah cukup di jalan lurus; selain terpisah dalam roh, keduanya takkan mampu mengalahkan kasih sayang Raja Diraja.
O, alangkah banyaknya penimbun harta yang menggali lubang untuk mencari harta, pada akhirnya semua itu menjelma anggut palsu (penipu) dari sapi jantan yang diperuntukkan bagi perancang yang sia-sia (wasir).
Siapa sapi jantannya kepada siapa jenggot palsu dipasangkan? Bumi mana tempat kau menjadi tanggul jeraminya?
Bila seorang wanita berwajah pucat (malu) karena kekejiannya, Tuhan akan mengubahnya dan menjadikannya bintang Zuhra.
Menjadikan wanita bintang Zuhra hanya memindahkan rupa; lantas bagaimana seorang turun derajat menjadi tanah dan lempung, Wahai Si Bebal?
Rohmu telah menerbangkanmu tinggi ke angkasa raya, namun kau datangi air dan lempung tempat terendah dari yang rendah.
Dengan kejatuhan ini kau menukar rupamu dari dunia keperiadaan yang menjadi sumber iri hati dan akal pikiranmu.
Kemudian lihat, bagaimana sifat yang muncul dari peralihan bentuk ini: bandingkan dengan peralihan bentuk wanita tadi, sedangkan deritamu begitu hina.
Kaubawa cita-citamu ke bintang: Kau tidak mengetahui Adam yang disembah oleh para malaikat.
Sesungguhnya kau anak Adam : O yang martabatnya direndahkan! Berapa lama kerendahan akan kau pandang sebagai kemuliaan?
Berapa lama kau akan berkata: “Akan kutaklukkan seluruh dunia, akan kujadikan dunia penuh sesak oleh diriku sendiri!
Jika dunia harus ditimbuni salju ujung ke ujung, kilauan matahari akan mencairkannya dengan sekilat pandang.
Dengan sekali kilatan kasih sayang-Nya Tuhan menjadikan belenggu dosa sang wasir tidak berarti apa-apa, juga belenggu dosa seratus wasir, ribuan wasir.
Intipati khayalan oleh-Nya dijadikan hikmah: Intipati air yang beracun Dia jadikan minuman lezat.
Begitulah keraguan Dia angkat lantas dirubah menjadi kepastian: Dia jadikan rasa cinta tumbuh dari kebencian yang mendapat ampunan.
Dia belai Ibrahim dalam kobaran api: Dia rubah ketakutan menjadi rasa aman roh, Dengan kobaran api sebab-akibat aku dibuatnya bingung: Dengan menghayalkan-Nya, aku seperti seorang peragu dan tidak mengenal Tuhan.
(Catatan : Baris ”Intipati khalayan oleh-Nya dijadikan hikmah: Intipati air yang beracun Dia jadikan minuman lezat” merujuk kepada peristiwa terbalik yg timbul kemudian. Walaupun kabilah-kabilah Nasrani yang berbeda sekte itu harus saling bertikai dan bunuh berbunuh, pada akhirnya mereka sadar akan kekhilafan masing-masing dan berdamai. Wasir Yahudi itu malu dan akhirnya bunuh diri dalam gua bersama pembantu dekatnya. Tak lama setelah itu kerajaan Yaman ditaklukkan oleh Habsyi yang rajanya beragama Nasrani sehingga agama Kristen kembali berkembang di Yaman, sedang raja Yahudi dan pengikutnya mengalami penderitaan dan terusir dari Yaman. Sebagian dari orang-orang Yahudi yang melarikan diri itu akhirnya menetap di Madinah dan berkembang menjadi komunitas yang besar ketika agama Islam datang).

Tidak ada komentar: