Saya teringat sekitar tahun 1992 , 
ketika masih di bangku Madarasah Aliyah mengadakan Tour Ziarah keliling 
Banten ke maqom para Auliya . Ada satu tempat yang sangat menarik yang 
saya kunjungi di suatu kampung bernama Caringin kecamatan Labuan 
Pandegalang Banten. Kampung Caringin dengan pesona Laut yang sangat 
mempesona diambil dari kata “beringin” yang artinya “pohon teduh yang 
Rindang  disana terdapat Maqom Auliyaillah seorang ulama pejuang bernama
 KH.ASNAWI yang orang kampung biasa memanggil dengan sebutan “mama 
Asnawi”  yang telah mengayomi masyarakat yang dianalogikan sebagai pohon
 beringin .
 KH.ASNAWI CARINGIN BANTEN
KH.Asnawi lahir di Kampung caringin 
sekitar tahun 1850 M, ayah beliau bernama Abdurrahman dan ibunya 
bernama  Ratu Sabi’ah dan merupakan keturunan ke 17 dari Sultan Ageng 
Mataram atau Raden Fattah . Sejak umur 9 tahun Ayahnya telah mengirim 
Kh.Asnawi ke Mekkah untuk memperdalam Agama Islam. Di mekkah beliau 
belajar dengan Ulama kelahiran Banten yang telah termasyhur namanya 
bernama Syech Nawawi Al Bantani.Kecerdasan yang di miliki beliau dengam 
mudah mampu menyerap berbagai dsiplin ilmu yang telah di berikan 
gurunya. Setelah dirasa cukup lama menimba ilmu dari gurunya maka Syech 
Nawawi Tanara Banten menyuruh muridnya Kh.Asnawi untuk pulang ketanah 
air untuk mensyiarkan agama Alloh.
Sekembalinya dari Mekkah Kh.Asnawi mulai 
melakukan dakwah ke berbagai daerah , karena ketinggian ilmu yang 
dimiliki nama Kh.Asnawi mulai ramai dikenal orang dan menjadi sosok 
ulama yang menjadi panutan masyarakat Banten. Situasi Tanah air yang 
masih di kuasai Penjajah Belanda dan rusak nya moral masyarakat pada 
waktu membuat Kh.Asnawi sering mendapat Ancaman dari pihak pihak yang 
merasa kebebasannya terusik.  Banten yang terkenal dengan Jawara 
jawaranya yang memiliki ilmu Kanuragan  dan dahulu terkenal sangat sadis
 dapat di taklukkan berkat kegigihan dan perjuangan Kh.Asnawi . Beliau 
juga terkenal sebagai Ulama dan Jawara yang sakti yang sangat di segani 
 oleh kaum Penjajah Belanda .Kh.Asnawi dalam melakukan dakwahnya juga 
mengobarkan semangat Nasionalisme anti Penjajah kepada masyarakat hingga
 akhirnya Kh.Asnawi di tahan di Tanah Abang di asingkan  ke Cianjur  
oleh Belanda selama kurang lebih satu tahun dengan tuduhan melakukan 
pemberontakan kepada pemerintah Hindia Belanda , Apa yang dilakukan 
Kh.Asnawi   mendapat dukungan penuh dari rakyat dan dan para ulama  
lainnya, seperti para bangsawan dan para jawara. Semenjak runtuhnya 
kesultanan Banten, terjadi sejumlah pemberontakan yang sebagian besar 
dipimpin oleh tokoh-tokoh agama. Seperti, pemberontakan di Pandeglang 
tahun 1811 yang dipimpin oleh Mas Jakaria, peristiwa Cikande Udik tahun 
1845, pemberontakan Wakhia tahun 1850, peristiwa Usup tahun 1851, 
peristiwa Pungut tahun 1862, kasus Kolelet tahun 1866, kasus Jayakusuma 
tahun 1868 dan yang paling terkenal adalah Geger Cilegon tahun 1888 yang
 dipimpin oleh KH. Wasid.
Selama di pengasingan Kh.Asnawi tetap 
melakukan Dakwah mengajarkan Alquran dan Tarekat kepada masyarakat  
sekitar dan  setelah dirasa Aman Kh.Asnawi kembali ke kampungnya di 
Caringin untuk melanjutkan perjuangan mensyiarkan Islam dengan 
mendirikan Madrasah Masyarikul Anwar dan Masjid Salapiah Caringin 
sekitar tahun 1884 Mesjid Caringin ditandai oleh denah empat persegi 
panjang, pada keempat sisinya terdapat serambi. Arsitektur Masjid 
dipengaruhi oleh unsur arsitektur lokal, terlihat dari bentuk atapnya 
dan ditopang oleh arsitektur asing terlihat pada bentuk jendela serta 
pintu dalam dengan ukuran relatif besar juga pilar-pilar yang 
mengelilingi Masjid. Menurut cerita bahwa Kayu masjid tersebut berasal 
dari sebuah pohon Kalimantan  yang di bawa oleh Kh.Asnawi ke Caringin 
dahulu pohon tersebut tidak bisa di tebang kalaupun bisa di tebang 
beberapa saat pohon tersebut muncul kembali hingga akhirnya Kh.Asnawi 
berdo’a memohon kepada Alloh agar diberi kekuatan dan pohon tersebut 
dapat di tebang serta kayunya dibawa Kh.Asnawi ke Caringin untuk 
membangun Masjid.
Tahun 1937 Kh.Asnawi berpulang 
kerahmtulloh dan meninggalkan 23 anak dari lima Istri ( Hj.Ageng Tuti 
halimah, HJ sarban, Hj Syarifah, Nyai Salfah dan Nyai Nafi’ah ) dan di 
maqomkan di Masjid Salfiah Caringin , hingga kini Masjid Salafiah  
Caringin dan maqom beliau tak pernah sepi dari para peziarah baik dari 
sekitar Banten maupun dari berbagai daerah di tanah air banyak 
pengalaman menarik dari peziarah yang melakukan i’tikaf di masjid 
tersebut seperti yang diungkap oleh salah seorang jamaah sewaktu 
melakukan i’tikaf terlihat pancaran cahaya memenuhi ruangan Masjid yang 
berusia hampir 200 tahun tersebut . Wallohu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar