Pada Suatu hari Syarif Hidayatullah yang terkenal
dengan nama Sunan Gunung Jati berucap kepada putranya “Hai Anakku Hasanuddin,
sekarang pergilah engkau dari Cirebon dan carilah negeri yang penduduknya belum
memeluk Islam”. Lalu setelah mendengar titah orang tua beliau, maka
berangkatlah beliau seorang diri ke arah barat.
Setelah setengah perjalanan, beliau mendaki gunung
Munara Rumpin yang terletak diantara Bogor dan Jasinga. Dan beliau bermunajat
selama 14 hari meminta kepada Allah SWT supaya mendapat petunjuk. Dalam
munajatnya datanglah sang ayah Sunan Gunung Jati lalu berucap “Hai anakku
Hasanuddin, turunlah engkau dari Gunung Munara dan berjalanlah engkau ke arah
barat ke Gunung Pulosari, yaitu negeri Azar”. Negeri Azar adalah negerinya Pucuk
Umun yang dinamai Ratu Azar Domas. Lalu pergilah ke Gunung Karang yaitu
negerinya Azar. Setelah berbicara ayahanda beliau kembali ke Cirebon.
Setelah mendapat petunjuk, akhirnya beliau-pun turun gunung dan
akhirnya berhenti di negeri Banten Girang yakni di sungai Dalung. Disana adalah
tempat bersemedinya Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju, beliau berdua adalah saudara
Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran. Ratu Pakuan dinamai Dewa Ratu dan Ratu Pajajaran dinamai Prabu
Siliwangi. Sebelumnya Ki Ajar Ju dan Ki Ajar Jong telah diberi mimpi bertemu
dengan Maulana Hasanuddin dan kemudian memeluk Islam dalam mimpi mereka berdua.
Maka, sesampainya Maulana Hasanuddin di Banten Girang dan duduk disisi sungai
Dalung, keluarlah Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju dari dalam Gua tempat pertapaan
beliau berdua, lalu bersalaman dan mencium tangan Maulana Hasanuddin setelah
bercerita akhirnya beliau berdua diajari membaca syahadat oleh Maulana
Hasanuddin dan keduanya bertekad bulat memeluk Islam.
Akhirnya oleh Maulana
Hasanuddin kedua santrinya ini diganti namanya dari Ajar Jong menjadi Mas Jong
dan Ajar Ju diganti menjadi Agus Ju dan Maulana Hasanuddin-pun memberikan arahan kapada keduanya apabila memiliki keturunan maka
diharapkan keduanya memberikan ciri dalam nama keturunan keduanya. Kepada Mas
Jong, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila suatu saat kamu mempunyai anak, maka
berilah nama anak laki-lakimu yang tertua dengan tambahan Mas dan yang termuda
Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Mas”.
Dan kepada Agus Ju, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila kelak satu saat kamu
mempunyai anak, maka berilah tambahan pada nama anak laki-lakimu yang tertua Ki
Agus dan yang termuda Ki Entul dan apabila memiliki anak
perempuan berilah nama Nyi Ayu”. Demikianlah
sejarah keturunan nyi mas, nyi ayu, entul, ki agus dan mas yang berasal dari
keturunan santri Maulana Hasanuddin ini.
Selanjutnya Mas Jong dan Agus Ju diperintah oleh
Maulana Hasanuddin untuk menaklukkan Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran, maka
berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju sesuai titah Maulana Hasanuddin.
Penaklukan
Pucuk Umun
Ditempat berbeda Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran
telah mengetahui akan kedatangan saudara-saudara mereka yang akan menaklukkan
mereka, maka sebelum Mas Jong dan Agus Ju datang, Ratu Pakuan dan Ratu
Pajajaran kabur dari tempat semedi dan berkumpul ke Gunung Pulosari tempat
Pucuk Umun berada. Setibanya ditempat semedinya Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran,
Mas Jong dan Agus Ju-pun tidak mendapati Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran berada
di tempat semedi keduanya, maka Mas Jong dan Agus Ju-pun kembali ke Banten Girang
untuk menemui Maulana Hasanuddin dan melaporkan bahwa Ratu Pakuan atau Ratu
Pajajaran tidak ada dan telah menghilang dari tempat semedi keduanya. Mendengar
laporan dari keduanya tentang keberadaan Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran yang
tidak di ketahui. Maulana Hasanuddin pun berkata kepada santri beliau ini “Mari
kita datangi saja ke Gunung Pulosari, kalian ikuti langkahku”. Maka keduanya-pun mengikuti seperti
apa yang disarankan Maulana Hasanuddin kepada mereka bedua.
Maka berangkatlah mereka bertiga menuju Gunung
Pulosari, Di Gunung Pulosari ditempat Pucuk Umun berada, Pucuk Umun telah mengetahui bahwa Maulana
Hasanuddin dan santrinya berencana mengislamkan Pucuk Umun dan teman-teman.
Maka bermusyawarahlah Pucuk Umun bersama rekan-rekannya, setelah bermusyawarah
Pucuk Umun pun duduk di atas batu putih tempat bersemedinya di Kandang Kurung
yang ditemani oleh Ajar Domas Kurung Dua. Maka tibalah Maulana Hasanuddin ke
Kandang Kurung dan menemui Pucuk Umun yang sedang duduk, berkatalah Maulana
Hasanuddin “Hai Pucuk Umun, Saya datang kemari mau menaklukkan kamu, sekarang
kamu semua Islam-lah,
masuklah kamu ke agama Nabi (Muhammad
SAW), berucaplah kalian semua Dua Kalimat (Syahadat)”. Lalu berkata-lah Pucuk Umun “Tuan,
Saya belum tunduk ke agama Nabi (Muhammad SAW) dan saya belum takluk kepada
tuan apabila belum kalah dalam tarung kesaktian, sehingga apabila saya kalah kesaktian
maka saya baru takluk kepada tuan”. Mendengar
tantangan Pucuk Umun tersebut, Mualana Hasanuddin-pun berkata “Silahkan
engkau pilih tarung kesaktian apa yang engkau inginkan?”. “baiklah, saya ingin tarung
kesaktian dengan tarung ayam” ujar Pucuk Umun. Akhirnya disetujuilah permintaan
Pucuk Umun tersebut oleh Maulana Hasanuddin, akhirnya mereka-pun mencari arena
yang luas untuk tarung kesaktian, dan didapatilah suatu lahan yang berada di
wilayah Waringinkurung yaitu disuatu kebon yang rata yang disebut Tegal Papak.
Selanjutnya Pucuk Umun dan para Ajar istidroj dan
membuat ayam jago yang terbuat dari besi, baja, dan pamor yang terbuat dari
sari baja dan rosa. Akhirnya jadilah barang-barang tersebut seekor ayam jago yang
memiliki raut mirip jalak rawa. Dilain tempat Maulana Hasanuddin bermunajat
kepada Allah SWT. Memohon pertolongan untuk mengalahkan dan menaklukkan Pucuk
Umun, agar Pucuk Umun dan para Ajarnya memeluk agama Nabi Muhammad SAW. Dengan
kekuasaan Allah SWT. Maka datanglah jin dan atas keinginan Maulana Hasanuddin
berubahlah jin tersebut menjadi seekor ayam jago dan memiliki raut mirip jalak
putih.
Setelah siap maka Maulana Hasanuddin yang diikuti
kedua muridnya Mas Jong dan Agus Ju serta para jin yang membawa palu yang
terbuat dari besi magnet berangkat menuju tempat pertandingan. akhirnya rombongan
Maulana Hasanuddin-pun sampai di Tegal Papak pada hari Selasa, disana rombongan
dan pengikut Pucuk Umun telah berada ditempat menunggu kedatangan Maulana
Hasanuddin. Setelah berjumpa keduanya, maka Pucuk Umun berkata kepada Maulana
Hasanuddin “Tuan, inilah ayam jago saya, apabila kalah kami sanggup takluk
kepada tuan”. “Saya pun demikian, apabila kalah dengan ayam jago mu, saya akan
menghamba kepadamu” balas Maulana Hasanuddin.
Lalu bertarunglah ayam jago Pucuk Umun dan ayam
jago Maulana Hasanuddin, gemuruh senangpun datang dari Pucuk Umun dan Ajarnya.
Serangan ayam jago Pucuk Umun seperti suara guntur, tepuk tangan dan rasa riang
menyelimuti rombongan Pucuk Umun yang meyakini bahwa ayam jago mereka bakal
memenangkan pertarungan. namun meski serangan bertubi-tubi dilancarkan oleh
ayam jago Pucuk Umun kepada ayam jago Maulana Hasanuddin, ayam jago Maulana Hasanuddin tidak surut dan
terus berusaha mengalahkan ayam jago Pucuk Umun. Disatu waktu akhirnya ayam
jago Maulana Hasanuddin mampu menghancurkan ayam jago Pucuk Umun menjadi debu.
Melihat kekalahan ayam jago Pucuk Umun, gemuruh senang dan tepuk tanganpun
berhenti menjadi sepi senyap. Selanjutnya kembali pulanglah Ajar dan juga ayam
jago yang hancur tadi mewujud seperti asalnya menjadi besi pamor dan baja.
Sementara para Ajar Domas masuk Islam dihadapan Maulana Hasanuddin dan membaca
dua kalimat syahadat disaksikan Maulana Hasanuddin.
sementara itu, Pucuk Umun yang telah dikalahkan
berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, saya belum takluk kepada tuan karena
masih banyak kesaktian saya, apabila telah habis barulah saya takluk”. mendengar
tantangan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddinpun membalas “keluarkan semua
kesaktianmu saat ini, saya ingin tahu kemampuanmu”. akhirnya Pucuk Umun pun
terbang dan hilang dari penglihatan Maulana Hasanuddin. selanjutnya dari balik
mega Pucuk Umun memanggil nama Maulana Hasanuddin. mendengar panggilan Pucuk
Umun, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Hai Mas Jong dan Agus
Ju, datangilah Pucuk Umun yang berada di balik mega dan pukullah sekalian” lalu
berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju ke atas awan, saat akan dipukul oleh Mas Jong
dan Agus Ju, Pucuk Umun pun menjerit dan menghilang lagi. Melihat hal demikian,
Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Dengan ridho Allah SWT. Pucuk Umun jadilah
kafir iblis laknaktullah, tidak ingin masuk Islam, kamu berdua pulanglah”. maka
turunlah kedua santri tersebut dari langit, setelah berkumpul berangkatlah
rombongan Maulana Hasanuddin, Mas Jong dan Agus Ju yang diikuti juga oleh para
Ajar Domas dari Tegal Papak menuju Gunung Pulosari.
Penaklukan
Ratu Darah Putih
Sesampainya rombongan Maulana Hasanuddin di Gunung
Pulosari, Sunan Gunung Jati datang menghampiri Maulana Hasanuddin dan berucap
“Hai anakku Hasanuddin, mari kita pergi haji ke Makkah, karena sekarang adalah
hari haji”. Selanjutnya Maulana Hasanuddin dibungkus selendang Sunan Gunung
Jati. berangkatlah Sunan Gunung Jati dan Maulana Hasanuddin menuju Makkah
Al-Mukarromah meninggalkan Mas Jong dan Agus Ju beserta para Ajar Domas di
Gunung Pulosari.
Di Makkah Maulana Hasanuddin melaksanakan towaf
dan diajarkan thoriqat Syathariyah, lalu berangkat ke Madinah. setelah selesai
melaksanakan haji, Maulana Hasanuddin kembali ke Gunung Pulosari beserta
ayahanda beliau.
Setelah Maulana Hasanuddin menjalankan ibadah
haji, terdengar kabar kematian beberapa penjaga Banten yaitu Pucuk Umun di Jung
Kulon, Dewa Ratu di Panahitan, Prabu Langkarang di Tanjung Tua, Prabu Langka
Wastu di Gunung Raja Basa, Prabu Langgawana di Gunung Lor, Prabu Mundaeng
Kalangon di Puncak Gunung Karang, Brama Kendala di Gunung Pulosari, Sida Sakti
di Gunung Tanjung Pujut, Prabu Mundaiti di Gunung Kendeng, Prabu Lengkang Klincang
Kangkaring di Gunung Karawang. dari sekian Ajar yang meninggal yang masuk Islam
dan kekal dalam Islamnya yaitu berjumlah 486 orang Ajar.
Setelah pulang dari Makkah bersama ayahanda Sunan
Gunung Jati, Sunan Gunung Jati memberikan titah kepada Maulana Hasanuddin “Hai
anakku, carilah negara setengahnya adalah lautan”. Maka, Maulana Hasanuddin pun
mengikuti titah ayah beliau, Maulana Hasanuddin kembali ke Banten Girang
diikuti oleh Mas Jong dan Agus Ju beserta para Ajar. Sesampainya di Banten
Girang Maulana Hasanuddin mengumpulkan seluruh pengikutnya, lalu Maulana
Hasanuddin berkata “Sekarang tunggulah kalian semua disini (Banten Girang), karena
saya hendak berkeliling bersama santri dua ini yaitu Mas Jong dan Agus Ju”
setelah berkata demikian, Maulana Hasanuddin beserta Mas Jong dan Agus Ju
meninggalkan para Ajar di Banten Girang.
Selanjutnya Maulana Hasanuddin berjalan dari
Banten Girang ke arah Selatan, lalu mengikuti pesisir selatan ke arah UJung
Kulon, lalu ke Penahitan tanpa menggunakan perahu lagi. sesampainya
ditengah-tengah dari Jung Kulon, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua
santrinya “Menyelamlah kamu ke dalam lautan, ambilah Gong Kaleng” maka
menyelamlah kedua dan berhasil mendapatkan Gong Kaleng. setelah mengangkat Gong
Kaleng, Maulana Hasanuddin turun dari Panahitan dan melanjutkan ke Pulau
Semangka terus ke Sidebu dan melanjutkan ke Bangka Hulu (Bengkulu) dan dilanjutkan ke
Pulau Sulaibar lalu ke Malangkabu. di Malangkabu Maulana Hasanuddin berjumpa
dengan Raja Malangkabu, dari sana beliau melanjutkan perjalanan ke arah Utara
mengikuti pesisir hingga sampailah di Sirem negerinya Ratu Darah Putih Tanah
Liat. disana Ratu Darah Putih sudah mendapat isyarat dari Allah SWT. agar masuk
Islam dan akan datang kepadanya Seorang Waliyullah. Ratu Darah Putih akhirnya
dapat bertemu dengan Maulana Hasanuddin di tengah laut, Ratu Darah Putih-pun
Masuk Islam dan diajarkan dua kalimat syahadat oleh Maulana Hasanuddin.
setelahnya masuk Islam Ratu Darah Putih diserahi oleh Maulana Hasanuddin untuk
mengislamkan seluruh penduduk Lampung dan kepadanya diperintah menanam Merica
di tanah Lampung. akhirnya keduanyapun berpisah Ratu Darah Putih pulang dan
mengislamkan penduduk Lampung, sementara Maulana Hasanuddin kembali ke Timur
menuju Karawang, dari Karawang Maulana Hasanuddin melanjutkan perjalanannya ke
arah Selatan melewati hutan hingga sampai
di Bogor Utara, lalu kembali kearah Barat melewati hutan dan sampai di Ujung
Kulon dari Ujung Kulon kembali pulang ke Banten Girang hingga menetaplah
Maulana Hasanuddin di Banten Girang.
Pengangkatan
Maulana Hasanuddin menjadi Sultan Banten Pertama
Setelah menetap di Banten
Girang, Maulana Hasanuddin berucap kepada Mas Jong dan Agus Ju agar menempatkan
masyarakatnya dan mendirikan perkampungan Banten. Maka keduanya pun segera
melaksanakan titah Maulana Hasanuddin membuka dan membersihkan hutan dan
pegunungan untuk didirikan perkampungan-perkampungan dan keduanya mengajak
masyarakat untuk menempati hutan dan pegunungan yang sudah dibersihkan
tersebut. Setelah selesai dengan tugasnya Mas Jong dan Agus Ju pun akhirnya
kembali ke Banten Girang melaporkan tugas yang telah dilaksanakannya kepada
Maulana Hasanuddin.
Suatu hari Maulana Hasanuddin berangkat dari
Banten Girang menuju ke arah Utara mengikuti jalan pesisir Banten Serang, dan
terus berjalan di atas laut diiringi oleh kedua santrinya Mas Jong dan Agus Ju.
Ketika sampai di tengah lautan mereka sholat dua rakaat, setelah selesai dari
sholatnya maka lautpun kering dan menjadi daratan, maka duduklah Maulana
Hasanuddin di atas batu gilang (batu yang berwarna hitam pekat) yang ada di pancaniti
(aula), yaitu disifati negri di jajaloka (Jayaloka) negri Surosoan. Disitulah
Maulana Hasanuddin mendirikan keraton yang dinamai Kipanggang rupanya seperti
tempat panggangan ikan pari.
Setelah keraton selesai didirikan. Maka sang ayah
Syarif Hidayatullah datang dan memberikan kabar kepada Maulana Hasanuddin bahwa
Pangeran Ratu (Ratu Ayu Kirana) ibunda dari Ratu Pembayun, Pangeran Yusuf, Pangeran Arya, Pangeran
Sunyararas, Pangeran Pajajaran, Pangeran Pringgalaya, Ratu Agung atau Ratu
Kumadaragi, Pangeran Maulana Magrib dan Ratu Ayu Arsanengah ini telah ditetapkan
sebagai Sultan di Demak oleh Maulana Syarif Hidayatullah. Maka
menjadi ketetapan Maulana
Syarif Hidayatullah juga kalau Maulana Hasanuddin menjadi Sultan
di Banten. Setelah Maulana
Syarif Hidayatullah selesai mengutarakan tujuannya tanpa menunggu
lama Maulana Syarif
Hidayatullah berangkat kembali menuju Cirebon.
Maka jadilah Maulana Hasanuddin sebagai Sultan Banten
pertama, dan tugas pertama yang dilaksanakan oleh Maulana Hasanuddin adalah
mendirikan Masjid Agung Banten, dan dalam titahnya sebagai Sultan Maulana Hasanuddin
menugaskan Indra Kumala penjaga Gunung Karang yang bertempat tugas di Sumur
Tujuh, Manik Kumala ditugaskan menjaga pemandian sungai Banten, Mas Jong
ditugaskan menjaga Pintu Merah (Lawang Abang) di dalam istana sebelah kanan,
dan Agus Ju ditugaskan menjaga pintu Utara.
Demikian kisah perjalanan Maulana
Hasanuddin di negeri Banten semoga bermanfaat dan dapat diambil hikmahnya oleh
kita. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar