Banten
yang bersejarah dari peninggalan sejarah dan nukilan kisah komunitas
Suku Baduy (Kanekes), Salakanagara-Pandeglang (130-168 Masehi-Pustaka
Wangsakerta), serta Hindu Pajajaran di Banten Girang, juga Kesultanan
Banten(abad 16-18 m), merupakan kekayaan sejarah yang paling tua, dan
kaya di Indonesia. Sekaligus merupakan bukti otentik jejak sejarah awal
menelusuri siapa orang Banten dan orang Sunda-Pasundan.
Membedah siapa orang Sunda Pasundan dan orang Banten, sangat
dibutuhkan sekali kearifan dan berjiwa besar bagi keduabelah pihak.
Salah satu tentu harus ada yang mengalah. Jika melihat dari factor
kesamaan bahasa local saja, maka latar belakang diambil dari Banten
Selatan diakui sangat dekat dengan Sunda – Pasundan. Jika diambil dari
Banten Utara (kecuali Betawi-Tangerang), maka lebih dekat dengan Cirebon
dan Indramayu.
Dengan demikian, Banten sesungguhnya wilayah yang terbelah dalam
menentukan identitas lokalnya. Tetapi Banten menjadi sesuatu yang lain,
berbeda dengan Pasundan, jika pada masa Kesultanan Banten, identitas
baru muncul dari sini, lahirnya penyebaran agama, ikatan emosional yang
sama dari nasib dan penderitaan yang sama, juga adat tradisi baru.
Dipertegas kemudian pada masa kolonialisme Belanda. Banten telah
terputus sama sekali dengan Jawa-Barat, meskipun para priyayi priangan
ditempatkan menjadi bupati dan atau residen wilayah (baca; Saijah Adinda
karya Multatuli-Max Havelar, Pemberontakan Petani Banten 1888). Selain
itu, budaya dari watak dan prinsip yang keras hati, egaliter (terbuka),
dan gemar berpetualang, juga merupakan bagian cirikhas orang Banten.
Berbeda dengan Mataram, Kesultanan Banten tidak pernah melakukan
penetrasi budaya melalui kekuasaan untuk memaksakan bahasa yang sama.
Tepat jika Koencaraningrat, mendefinisikan suku bangsa adalah identitas
dari nasib dan lokasi yang sama, serta belum tentu dipengaruhi bahasa.
Tetapi keanekaragaman bahasa (polyglot-latin) di Banten tersebut
adalah kekayaan budaya yang mestinya dipelihara. 3 (tiga) hal syarat
bahasa tersebut adalah, adanya perbendaharaan kosa kata, tata bahasa,
dan dialek (logat). Sudah saatnya Banten memiliki kamus bahasa daerah,
baik didaerah Selatan maupun Utara.
Banten sebagai mosaic yang terdiri dari berbagai keanekaragaman,
dimulai dari sejarah awal masyarakat Baduy sebagai masyarakat tertua,
dengan argumentasi yang semoga diharapkan dapat dipahami.
Baduy atau Kanekes yang Damai dan Tenang
Komunitas Suku Baduy atau Kanekes, dianggap paling tua dalam masa sejarah orang Banten dan Sunda-Jawa Barat, hal ini dilatarbelakangi oleh adanya peninggalan kepercayaan megalitik Arca Domas dan Lebak Sibedug 3 km lebih, diluar area mereka. Komunitas ini terbukti paling tua di Banten dengan adanya peninggalan tersebut. Peninggalan punden berundak itu berusia 2500 SM masa neolitik memiliki kesamaan simetris berbentuk segitiga dengan kebudayaan Mesir Kuno Piramida dan Manchu Picu di lembah Pegunungan Andes-Peru Amerika Latin.
Komunitas Suku Baduy atau Kanekes, dianggap paling tua dalam masa sejarah orang Banten dan Sunda-Jawa Barat, hal ini dilatarbelakangi oleh adanya peninggalan kepercayaan megalitik Arca Domas dan Lebak Sibedug 3 km lebih, diluar area mereka. Komunitas ini terbukti paling tua di Banten dengan adanya peninggalan tersebut. Peninggalan punden berundak itu berusia 2500 SM masa neolitik memiliki kesamaan simetris berbentuk segitiga dengan kebudayaan Mesir Kuno Piramida dan Manchu Picu di lembah Pegunungan Andes-Peru Amerika Latin.
Pengakuan sebagai Sunda Wiwitan (Sunda yang paling tua) juga
merupakan bukti, bahwa merekalah yang tertua menurut cerita rakyat
(foklore). Indonesia masa purba sesungguhnya, sebelum kedatangan orang
India adalah penganut kepercayaan animisme dan dinamisme.
Kepercayaan terhadap roh leluhur nenek moyang ini diketahui adanya
kepatuhan yang sangat kuat dikalangan mereka, terutama terhadap petuah
dan larangan leluhur, serta adat tradisi lama. Tetapi apakah kebudayaan
tersebut berlaku selamanya ?. jawabannya adalah tidak! Baduy luar
misalnya, adalah sebuah contoh, bahwa kebudayaan merupakan sesuatu yang
sangat relatif, dapat berubah sesuai jamannya, serta sudah merembes
kedalam.Apalagi mereka gemar mengembara (rawayan) berjalan kaki
keseputar Pulau Jawa.
Dengan asumsi tersebut, mereka bukanlah orang yang buta informasi,
tetapi masyarakat yang justru sangat informasional, tahu banyak
informasi. Artis saja tahu, dan mereka kunjungi. Pendidikan dan
pengetahuan umum juga diajarkan secara otodidak dan non formal
diserahkan pada keluarga dan lingkungan masyarakat.
Penyebutan Suku Baduy sendiri juga kurang tepat, meskipun ada gunung
sejenis bukit yang bernama Baduy, hal ini lebih disebabkan, karena
penyebutan dimasa Islam yang memberikan nama suku pedalaman mereka. Kata
Baduy tersebut, mirip dengan Bedui yang dikenal didaerah Arab sebagai
suku terasing dan pengembara. Suku Kanekes mungkin lebih tepat, karena
sebagai batas wilayah administrasi dan social budaya mereka yang paling
tua.
Produk budaya mereka hingga saat ini dikenal hingga manca negara
adalah kerajinan tas koja yang terbuat dari kayu yang dipilin sangat
kuat. Padi dan hasil bumi lainnya disimpan dalam lumbung yang cukup
unik, konon mampu bertahan sangat lama dan alami hingga 100 tahun.
Selain hasil bumi dari hasil berhuma (ladang berpindah), mereka juga
dikenal memanfaatkan hasil hutan dengan mengambil madu alami dan
tumbuhan lainnya, untuk dijadikan ramuan dan lain sebagainya.
Uniknya dalam menjaga hutan ini, mereka tidak mengenal strata kelas,
semua turut serta memberikan urun rembug dan suara. Hingga saat ini
didaerah Baduy Dalam (Cibeo, Cikertawana, Cikesik), lingkungan alam
termasuk sungai masih asri terawat alami dan terjaga baik.
Organisasi social orang Baduy lebih menyukai cara bermusyawarah,
memiliki strata kelas yang ditentukan oleh adat tradisi lama, diketuai
oleh Puun dan Jaro. Tetapi uniknya memiliki sistem social yang sangat
tua sama seperti teorinya Karl Marx, komunisme purba – dalam tahap ke
satu perkembangan masyarakat, kolektifitas, kepemilikan bersama, sama
rata dan sama rasa.Tidak ada kesenjangan yang tajam antara yang kaya dan miskin.
Angklung buhun adalah angklung kolot atau tua ini juga, merupakan
bukti produk budaya orang Baduy yang sangat dikenal ditatar Sunda dan
Banten. Bahkan merupakan komoditas kerajinan khas Jawa-Barat, sejak
ditemukannya irama tangga nada music hingga ke manca negara. Ironisnya
telah diklaim oleh Malaysia, sama halnya dengan reog panorogo, lagu
sayange, dll.
Dan masih banyak lagi yang belum dibahas dalam tulisan ini menjadi rangkaian ethnografi yang lengkap.
Turisme Global atau Menjaga Budaya
Saat itu, saya dan kawan-kawan dari Banten Heritage ketika bertemu tahun lalu, cukup prihatin dengan arus wisatawan budaya dari mana-mana, juga pedagang asongan yang terlalu melanggar batas wilayah mereka. Perilaku yang tidak terpuji, merusak, dan tidak menjaga, serta menghormati adat istiadat, membuat mereka lebih merupakan bagian dari tontonan dan arena wisata saja.
Saat itu, saya dan kawan-kawan dari Banten Heritage ketika bertemu tahun lalu, cukup prihatin dengan arus wisatawan budaya dari mana-mana, juga pedagang asongan yang terlalu melanggar batas wilayah mereka. Perilaku yang tidak terpuji, merusak, dan tidak menjaga, serta menghormati adat istiadat, membuat mereka lebih merupakan bagian dari tontonan dan arena wisata saja.
Kebakaran tahun lalu juga membuat kami prihatin. Untunglah
balabantuan dari dinas social, instansi terkait, dan LSM seperti
Puwanten (Paguyuban Warga Banten) ikut turun terjun ke lapangan.
Demikian paparan ini, meski hanya sekilas mengenai mosaik Banten yang
bersejarah dan salah satunya adalah Baduy. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar