MAHARAJA ADIMULYA Puputra
1.Prabu Ciung Wanara
1.Prabu Ciung Wanara
2.Sri Ratu Purbasari
3.Prabu Lingga Hiang
Prabu Lingga Hiang BERPUTRA:2
1. Prabu Lingga Wesi
2. Cakrawati
1. Cakrawati PUPUTRA:
1. Kakasih Raja
2. Kian Santang
1. Prabu Lingga Wesi PUPUTRA:
1.Susuk Tunggal Puputra
2.Banyak Larang Puputra
3.Banyak Wangi Puputra
2. Cakrawati
1. Cakrawati PUPUTRA:
1. Kakasih Raja
2. Kian Santang
1. Prabu Lingga Wesi PUPUTRA:
1.Susuk Tunggal Puputra
2.Banyak Larang Puputra
3.Banyak Wangi Puputra
4.Prabu Linggawastu Prabu
Mundingkawati (Siliwangi I)Puputra
5.Prabu Anggalarang (Siliwangi II)
Puputra
Angga Larang BERPUTRA:
1. Prabu Siliwangi
2. R. Rangga Pupukan
3. Prabu Jaya Pupukan
ISTRI-ISTRI PRABU SILIWANGI:
1. Nyai. Ambet Kasih (Putri ki Gedeng Kasih)
2. Nyai. Subang Larang (Putri ki Gedeng Tapa)
1.
Prabu Linggawastu Prabu Mundingkawati (Siliwangi I)
2.
Prabu Anggalarang (Siliwangi II)
3.
Parubu Pucuk Umum (Siliwangi III)
4.
Prabu Anggalarang (Siliwangi IV)
5.
Prabu Seda (Siliwangi V)
6.
Prabu Guru Bantangan
7.
Prabu Lingga
8.
Pakuan Panandean Ukur
9.
Dipati Ukur Ageung
10. Dipati Ukur
Anom
11. Dipati Ukur
Delem Suriadinata
12. Dalem
Nayadireja (Sontak Dulang)
13. Raden Haji
Abdul Manaf
14. Raden Saedi
15. Raden Jeneng
16. Raden Jamblang
17. Raden
Brajayuda Sepuh (Jagasatru I)
18. Raden Haji
Abdul Jabar (Jagasatru II)
19. Raden
Brajayuda Anom (Jagasatru III)
20. Raden Haji
Mangkurat Natapradja (H. Abdulmanap)
21. Sedangkan silsilah
Zainal Arif, nyambung kepada Syekh Haji Abdul Muhyi di Pamijahan, Tasikmalaya.
Syekh Abdul Muhyi. Di dalam silsilah
keturunan Bupati Sukapura, Raden Yudanegara I ini disebutkan sebagai anak kedua
Raden Tumenggung Anggadipa Wiradadaha III dan cucu Raden Adipati Wirawangsa
Wiradadaha I, Bupati Sukapura yang memerintah pada paruh pertama abad XVII.
Abdul Muhyi, Syeikh Haji (Mataram,
Lombok, 1071 H/1650 M-Pamijahan, Bantarkalong, Tasikmalaya, Jawa Barat 1151
H/1730 M). Ulama tarekat Syattariahdi
dalam naskah Kitab Istiqlal Thariqah Qadariyah Naqsabandiyah juga
disebutkan bahwa ada tiga guru tarekat yang diwarisi tasawuf Pamijahan yaitu:
Abdul Qadir Jaelani, Abdul Jabbar dan Abdul Rauf Singkel. Apabila Abdul Qadir
Jaelani disebut sebagai ‘wali awal’, maka Abdul Muhyi dianggap sebagai ‘wali
penutup’. Kedudukan ini memang dibuktikan oleh kenyataan bahwa setelah
wafatnya, keturunan Abdul Muhyi tidak lagi menggunakan gelar Syekh. Istilah
‘wali penutup’ memang menjadi pertanyaan, sebab dalam sejarah Islam wali akan
tetap ada setiap zaman, tetapi hanya para ‘wali’ yang mengetahui keberadaan
seorang ‘wali’.
Sebagai keturunan raja, tidak banyak
disebutkan dalam Kitab Istiqlal Thariqah Qadariyah Naqsabandiyah perihal garis
silsilah bapak, tetapi dijelaskan di dalam naskah lain yang disebut Sejarah
Sukapura, yaitu dari Ratu Galuh. Ayah Syekh Abdul Muhyi yang bernama Lebe
Warta Kusumah, yang adalah keturunan ke-6 dari Ratu Galuh. Perkawinan Lebe
Warta dengan Sembah Ajeng Tangan Ziah melahirkan dua orang anak: pertama adalah
Syekh Abdul Muhyi dan kedua adalah Nyai Kodrat (menjadi isteri Syekh Khotib
Muwahid). Dari Syekh Khotib Muwahid ini Syekh Abdul Muhyi mempunyai hubungan
kekerabatan tidak langsung dengan Sultan Pajang, Pangeran Adiwijaya (Jaka
Tingkir), karena yang terakhir ini merupakan leluhur Sembah Khotib Muwahid.
Silsilah Bupati Sukapura menurut
naskah Leiden Cod. Or. 7445 secara Genealogi dimulai dari empat orang isteri Syekh
Abdul Muhyi, itupun terutama dari isteri yang pertama (Sembah Ayu Bakta)
sebagai leluhur para bupati Sukapura dari pihak ibu, adalah putri dari Sembah
Dalem Sacaparana.
Selain itu, R. Ajeng Halimah atau
disebut juga Ayu Salamah, putri ketiga dari Raden Tumenggung Anggadipa
Wiradadaha III, penguasa Sukapura (Tasikmalaya) waktu itu, dan juga adik bungsu
dari Raden Yudanagara I, adalah juga salah seorang istri Syekh Abdul Muhyi.
“MAKOM PAMIJAHAN TASIKMALAYA” :
SYEKH ABDUL MUHYI PAMIJAHAN
- Syekh Abdul Muhyi
- Sembah Dalem Bojong
- Sembah Eyang Samadien
- Sembah Eyang Asmadien
- Sembah Eyang Zainal Arif
- Embah Ta’limudin KH. Marjuki (Mama Prabu Cigondewah)
“KETURUNAN
MAKOM MAHMUD” :
Embah Ta’limudin KH. Marjuki
(Mama Prabu Cigondewah) Punya 3 putra:
1. Mama Eyang Adra'i (Putra.1 Mama Prabu Cigondewah )- di Cigondewah
2. Eyang Endah (Putra.2 Mama Prabu Cigondewah )- di Cigondewah
3) Eyang H Pakih (Putra.3 Mama Prabu Cigondewah ) di Cigondewah
1. Mama Eyang Adra'i (Putra.1 Mama Prabu Cigondewah )- di Cigondewah
2. Eyang Endah (Putra.2 Mama Prabu Cigondewah )- di Cigondewah
3) Eyang H Pakih (Putra.3 Mama Prabu Cigondewah ) di Cigondewah
Al-Habib Husein Bin Abubakar Alaydrus (Habib Keramat Luar Batang)
Beliau lahir di Migrab, dekat Hazam, Hadramaut, Datang di
Betawi sekitar tahun 1746 M. Berdasarkan cerita, bahwa beliau wafat di Luar
Batang, Betawi tanggal 24 Juni 1756 M. bertepatan dengan 17 Ramadhan 1169
Hijriyah dalam usia lebih dari 30 tahun ( dibawah 40 tahun ). Jadi diduga
sewaktu tiba di Betawi berumur 20 tahun. Habib Husein bin Abubakar Alaydrus
memperoleh ilmu tanpa belajar atau dalam istilah Arabnya “ Ilmu Wahbi “ , yaitu
pemberian dari Allah tanpa belajar dahulu. Silsilah beliau : Habib Husein bin
Abubakar bin Abdullah bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Husein bin
Abdullah bin Abubakar Al-Sakran bin Abdurrahman Assaqqaf bin Muhammad Maula
Al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam bin Ali bin
Muhammad Shahib Mirbath.
Habib Husein yang lebih terkenal dengan sebutan Habib Keramat Luar Batang, mempunyai perilaku “ Aulia “ (para wali) yang di mata umum seperti ganjil. Seperti keganjilan yang dilakukan beliau, adalah :
Habib Husein tiba di Luar Batang, daerah Pasar Ikan, Jakarta, yang merupakan benteng pertahanan Belanda di Jakarta. Kapal layar yang ditumpangi Habib Husein terdampat didaerah ini, padahal daerah ini tidak boleh dikunjungi orang, maka Habib Husein dan rombongan diusir dengan digiring keluar dari teluk Jakarta. Tidak beberapa lama kemudian Habib Husein dengan sebuah sekoci terapung-apung dan terdampar kembali di daerah yang dilarang oleh Belanda. Kemudian seorang Betawi membawa Habib Husein dengan menyembunyikannya. Orang Betawi ini pun berguru kepada Habib Husein. Habib Husein membangun Masjid Luar Batang yang masih berdiri hingga sekarang. Orang Betawi ini bernama Haji Abdul Kadir. Makamnya di samping makam Habib Husein yang terletak di samping Masjid Luar Batang.
Habib Husein sering tidak patuh pada Belanda. Sekali Waktu beliau tidak mematuhi larangannya, kemudian ditangkap Belanda dan di penjara di Glodok. Di Tahanan ini Habib Husein kalau siang dia ada di sel, tetapi kalau malam menghilang entah kemana. Sehingga penjaga tahanan (sipir penjara) menjadi takut oleh kejadian ini. Kemudian Habib Husein disuruh pulang, tetapi beliau tidak menghiraukan alias tidak mau pulang, maka Habib Husein dibiarkan saja. Suatu Waktu beliau sendiri yang mau pergi dari penjara.
Sumber dari Buku Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi – Idrus Alwi Almasyhur
Habib Husein yang lebih terkenal dengan sebutan Habib Keramat Luar Batang, mempunyai perilaku “ Aulia “ (para wali) yang di mata umum seperti ganjil. Seperti keganjilan yang dilakukan beliau, adalah :
Habib Husein tiba di Luar Batang, daerah Pasar Ikan, Jakarta, yang merupakan benteng pertahanan Belanda di Jakarta. Kapal layar yang ditumpangi Habib Husein terdampat didaerah ini, padahal daerah ini tidak boleh dikunjungi orang, maka Habib Husein dan rombongan diusir dengan digiring keluar dari teluk Jakarta. Tidak beberapa lama kemudian Habib Husein dengan sebuah sekoci terapung-apung dan terdampar kembali di daerah yang dilarang oleh Belanda. Kemudian seorang Betawi membawa Habib Husein dengan menyembunyikannya. Orang Betawi ini pun berguru kepada Habib Husein. Habib Husein membangun Masjid Luar Batang yang masih berdiri hingga sekarang. Orang Betawi ini bernama Haji Abdul Kadir. Makamnya di samping makam Habib Husein yang terletak di samping Masjid Luar Batang.
Habib Husein sering tidak patuh pada Belanda. Sekali Waktu beliau tidak mematuhi larangannya, kemudian ditangkap Belanda dan di penjara di Glodok. Di Tahanan ini Habib Husein kalau siang dia ada di sel, tetapi kalau malam menghilang entah kemana. Sehingga penjaga tahanan (sipir penjara) menjadi takut oleh kejadian ini. Kemudian Habib Husein disuruh pulang, tetapi beliau tidak menghiraukan alias tidak mau pulang, maka Habib Husein dibiarkan saja. Suatu Waktu beliau sendiri yang mau pergi dari penjara.
Sumber dari Buku Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi – Idrus Alwi Almasyhur
Al-Habib Abu Bakar Al-Aidrus
Al-Habib Abu Bakar Al-Aidrus
Abu Bakar Al-Aidrus adalah seorang wali besar jarang yang dapat menyamai beliau di masanya. Beliau termasuk salah seorang imam dan tokoh tasawuf yang terkemuka. Beliau belajar tasawuf dari ayahnya dan dari para imam tasawuf yang terkemuka. Selain itu beliau juga pernah belajar hadis Nabi dari Muhaddis Imam Shakawi.
Sebahagian dari karamahnya pernah diceritakan bahawa ketika beliau pulang dari perjalanan hajinya beliau mampir di Kota Zaila’ yang waktu itu wali kotanya bernama Muhammad bin Atiq. Kebetulan waktu itu beliau berkunjung kepada wali kota yang katanya kematian isteri yang dicintainya. Syeikh Abu Bakar menyatakan ikut berdukacita dan menyuruhnya untuk tetap bersabar atas musibah yang dihadapinya itu. Rupanya nasihat Syeikh itu rupanya tidak dapat menenangkan hati wali kota itu. Bahkan ia makin menangis sejadi-jadinya sambil menciumi telapak kaki Syeikh Abu Bakar minta doa padanya. Melihat kejadian itu Syeikh Abu Bakar segera menyingkap tutup kain dari wajah wanita yang telah mati itu. Kemudian beliau memanggil mayat itu dengan namanya sendiri. Dengan izin Allah, wanita itu hidup kembali.
Syeikh Ahmad bin Salim Bafadhal pernah menceritakan pengalamannya bersama Syeikh Abu Bakar: “Pernah aku disuruh Muhammad bin Isa Banajar untuk membawakan hadiah buat Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus. Ketika aku beri salam padanya ia telah memberitahukan dahulu apa yang kubawa sebelum kukatakan kepadanya tentang isi hadiah itu. Kemudian Syeikh Abu Bakar berkata: “Berikan kepada si fulan besar ini, berikan pada si fulan demikian dan seterusnya. Ketika Syeikh Umar bin Ahmad Al-Amudi datang berkunjung padanya waktu itu beliau menghormatinya dan mengeluarkan semua makanan yang dimilikinya. Melihat hal itu, Syeikh Umar berkata dalam hatinya: “Perbuatan semacam ini adalah membazir”. Dengan segera Syeikh Abu Bakar berkata dengan sindiran: “Mereka itu kami jamu tapi mereka katakan perbuatan itu adalah membazir. Mendengar sindiran itu Syeikh Umar Amudi segera minta maaf.
Termasuk karamahnya jika seorang dalam keadaan bahaya kemudian ia menyebut nama Syeikh Abu Bakar memohon bantuannya. Dengan segera Allah akan menolongnya.
Kejadian semacam itu pernah dialami oleh seorang penguasa bernama Marjan bin Abdullah. Ia termasuk bawahannya bernama Amir bin Abdul Wahab. Katanya: “Ketika aku sampai di tempat pemberhentian utama di kota San’a, tiba-tiba kami diserang oleh sekelompok musuh. Kawan-kawanku berlarian meninggalkan aku. Melihat aku sendirian, musuh mula menyerang aku dari segala penjuru. Di saat itulah aku ingat pada Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus dan kupanggil namanya beberapa kali. Demi Allah di saat itu kulihat Syeikh Abu Bakar datang dan memegang tali kudaku dan menghantarkan aku sampai ke tempat tinggal. Setelah aku sampai di rumahku, kudaku yang penuh luka ditubuhnya mati”.
Syeikh Dawud bin Husin Alhabani pernah bercerita: “Ada seorang penguasa di suatu daerah yang hendak menganiaya aku. Waktu sedang membaca surah Yaasin selama beberapa hari untuk memohon perlindungan dari Allah, tiba-tiba aku bermimpi seolah-olah ada orang berkata: “Sebutlah nama Abu Bakar Al-Aidrus”. Tanyaku: “Abu Bakar Al-Aidrus yang manakah, aku belum pernah mengenalnya”. Jelas orang itu: “Ia berada di Kota Aden (Hadhramaut).” setelah kuucapkan nama itu, Allah menyelamatkan aku dari gangguan penguasa itu. Waktu aku berkunjung ke tempat beliau, kudapati beliau memberitahu kejadian yang kualami itu padaku sebelum aku menceritakan cerita pada beliau”.
Sayid Muhammad bin Ahmad Wathab juga bercerita tentangnya: “Pernah aku pergi ke negeri Habasya (Ethiopia). Di sana aku dikeronok oleh gerombolan dan dirampas kudaku serta hartaku. Hampir mereka membunuhku. Kemudian aku menyebut nama Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus mohon pertolongan sebanyak sebanyak tiga kali. Tiba-tiba kulihat ada seorang lelaki besar tubuhnya, datang menolongku dan mengembalikan kuda beserta hartaku yang dirampas. Orang itu berkata: “Pergilah ke tempat yang kami inginkan”.
Dipetik dari: Kemuliaan Para Wali – karangan Zulkifli Mat Isa, terbitan Perniagaan Jahabersa
Abu Bakar Al-Aidrus adalah seorang wali besar jarang yang dapat menyamai beliau di masanya. Beliau termasuk salah seorang imam dan tokoh tasawuf yang terkemuka. Beliau belajar tasawuf dari ayahnya dan dari para imam tasawuf yang terkemuka. Selain itu beliau juga pernah belajar hadis Nabi dari Muhaddis Imam Shakawi.
Sebahagian dari karamahnya pernah diceritakan bahawa ketika beliau pulang dari perjalanan hajinya beliau mampir di Kota Zaila’ yang waktu itu wali kotanya bernama Muhammad bin Atiq. Kebetulan waktu itu beliau berkunjung kepada wali kota yang katanya kematian isteri yang dicintainya. Syeikh Abu Bakar menyatakan ikut berdukacita dan menyuruhnya untuk tetap bersabar atas musibah yang dihadapinya itu. Rupanya nasihat Syeikh itu rupanya tidak dapat menenangkan hati wali kota itu. Bahkan ia makin menangis sejadi-jadinya sambil menciumi telapak kaki Syeikh Abu Bakar minta doa padanya. Melihat kejadian itu Syeikh Abu Bakar segera menyingkap tutup kain dari wajah wanita yang telah mati itu. Kemudian beliau memanggil mayat itu dengan namanya sendiri. Dengan izin Allah, wanita itu hidup kembali.
Syeikh Ahmad bin Salim Bafadhal pernah menceritakan pengalamannya bersama Syeikh Abu Bakar: “Pernah aku disuruh Muhammad bin Isa Banajar untuk membawakan hadiah buat Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus. Ketika aku beri salam padanya ia telah memberitahukan dahulu apa yang kubawa sebelum kukatakan kepadanya tentang isi hadiah itu. Kemudian Syeikh Abu Bakar berkata: “Berikan kepada si fulan besar ini, berikan pada si fulan demikian dan seterusnya. Ketika Syeikh Umar bin Ahmad Al-Amudi datang berkunjung padanya waktu itu beliau menghormatinya dan mengeluarkan semua makanan yang dimilikinya. Melihat hal itu, Syeikh Umar berkata dalam hatinya: “Perbuatan semacam ini adalah membazir”. Dengan segera Syeikh Abu Bakar berkata dengan sindiran: “Mereka itu kami jamu tapi mereka katakan perbuatan itu adalah membazir. Mendengar sindiran itu Syeikh Umar Amudi segera minta maaf.
Termasuk karamahnya jika seorang dalam keadaan bahaya kemudian ia menyebut nama Syeikh Abu Bakar memohon bantuannya. Dengan segera Allah akan menolongnya.
Kejadian semacam itu pernah dialami oleh seorang penguasa bernama Marjan bin Abdullah. Ia termasuk bawahannya bernama Amir bin Abdul Wahab. Katanya: “Ketika aku sampai di tempat pemberhentian utama di kota San’a, tiba-tiba kami diserang oleh sekelompok musuh. Kawan-kawanku berlarian meninggalkan aku. Melihat aku sendirian, musuh mula menyerang aku dari segala penjuru. Di saat itulah aku ingat pada Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus dan kupanggil namanya beberapa kali. Demi Allah di saat itu kulihat Syeikh Abu Bakar datang dan memegang tali kudaku dan menghantarkan aku sampai ke tempat tinggal. Setelah aku sampai di rumahku, kudaku yang penuh luka ditubuhnya mati”.
Syeikh Dawud bin Husin Alhabani pernah bercerita: “Ada seorang penguasa di suatu daerah yang hendak menganiaya aku. Waktu sedang membaca surah Yaasin selama beberapa hari untuk memohon perlindungan dari Allah, tiba-tiba aku bermimpi seolah-olah ada orang berkata: “Sebutlah nama Abu Bakar Al-Aidrus”. Tanyaku: “Abu Bakar Al-Aidrus yang manakah, aku belum pernah mengenalnya”. Jelas orang itu: “Ia berada di Kota Aden (Hadhramaut).” setelah kuucapkan nama itu, Allah menyelamatkan aku dari gangguan penguasa itu. Waktu aku berkunjung ke tempat beliau, kudapati beliau memberitahu kejadian yang kualami itu padaku sebelum aku menceritakan cerita pada beliau”.
Sayid Muhammad bin Ahmad Wathab juga bercerita tentangnya: “Pernah aku pergi ke negeri Habasya (Ethiopia). Di sana aku dikeronok oleh gerombolan dan dirampas kudaku serta hartaku. Hampir mereka membunuhku. Kemudian aku menyebut nama Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus mohon pertolongan sebanyak sebanyak tiga kali. Tiba-tiba kulihat ada seorang lelaki besar tubuhnya, datang menolongku dan mengembalikan kuda beserta hartaku yang dirampas. Orang itu berkata: “Pergilah ke tempat yang kami inginkan”.
Dipetik dari: Kemuliaan Para Wali – karangan Zulkifli Mat Isa, terbitan Perniagaan Jahabersa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar