Sebelum kelahiran negara-bangsa bernama Indonesia,
sudah ada sebuah kerajaan di nusantara yang hebat bernama Majapahit.
Maka ingatan kita langsung tertuju pada seorang Patih Gajah Mada yang
terkenal dengan “Sumpah Palapa”-nya. Ia berjanji tidak akan berhenti
ber-lara-lapa atau berpuasa, sebelum bisa mempersatukan seluruh kerajaan-kerajan di Nusantara.
Sejarah yang dihubung-kaitkan dengan sastra merupakan suatu sudut
pandang seseorang yang pembuatnya, bahkan sangat sangat tergantung
dengan motivasisi pembuat itu sendiri. Hal ini berkaitan pula dengan
kepentingan masing-masing dalam membuat sejarah dan karya sastra
tersebut.
Mungkin ini pula yang terjadi dengan Majapahit, sebuah kerajaan maha
besar disuatu mandala masa lampau. Kekuasaannya membentang luas hingga
mencakup sebagian besar wilayah Asia Tenggara sekarang.
Selama ini, upaya pemahaman karya sastra dan sejarah seakan
melupakan beragam bukti arkeologis, sosiologis dan antropologis yang
berkaitan dengan Majapahit yang jika dicerna dan dipahami secara arif
akan mengungkapkan fakta yang mengejutkan. Viddy AD Daery sekarang
sedang berencana menerbitkan novel PSD Misteri Gajah Mada Islam,
dan kalau saya baca draftnya itu, dalam novelnya, sang penulis mencoba
mematahkan pemahaman yang sudah berkembang selama ini dalam khazanah
sejarah masyarakat Nusantara.
Gajah Mada pada waktu pengangkatannya mengucapkan Sumpah Palapa,
yakni ia baru berhenti berpuasa “berlara-lapa” atau justru akan
menikmati palapa atau rempah-rempah yang merupakan kenikmatan duniawi
jika telah berhasil menaklukkan Nusantara. Kitab Pararaton menyatakan, bahwa: “Selama
aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa. Sebelum
aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau
Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan
mencicipi palapa.” Meskipun sejumlah orang yang meragukan
sumpahnya, Patih Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan
Nusantara. Bedahulu (Bali) dan Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi
(Sriwijaya), Temiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di
Swarnadwipa (Sumatra) telah ditaklukkan. Lalu Pulau Bintan, Tumasik
(Singapura), Semenanjung Malaya, dan sejumlah negeri di Kalimantan
seperti Kapuas, Katingan, dan Sampit.
Penelitian LHKP Muhammadiyah Yogyakarta
Banyak pula yang bertanya, apakah memang Gajah Mada beragama Islam?
Viddy AD Daery tidak mengulas hal itu dalam Novelnya secara langsung,
melainkan menyisipkan dalam beberapa dialog para pelaku utama dalam
novel, namun menarik juga untuk merujuk kepada penelitian dan kajian
Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah
Yogyakarta telah melakukan kajian ulang terhadap sejarah Majapahit.
Hasil kajian tersebut diterbitkan dengan judul Kesultanan Majapahit, Fakta Sejarah Yang Tersembunyi. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan, bahwa;
- Telah ditemukan koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata ‘La Ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah’.
- Batu nisan Syaikh Maulana Malik Ibrabim (Sunan Gresik) terdapat tulisan yang menyatakan bahwa beliau adalah seorang Qadhi (hakim agama Islam) kerajaan Majapahit.
- Lambang kerajaan Majapahit berupa delapan sinar matahari dengan beberapa tulisan arab yakni Sifat, Asma, Ma’rifat, Adam, Muhammad, Allah, Tauhid dan Dzat.
- Raden Wijaya pendiri kerajaan Majapahit besar kemungkinan seorang muslim. Beliau adalah cucu dari Prabu Guru Dharmasiksa, seorang Raja Sunda sekaligus ulama Islam Pasundan. Sedangkan neneknya merupakan seorang muslimah keturunan penguasa Kerajaan Sriwijaya.
- Patih Gajah Mada sebagai Patih kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Palapa juga seorang muslim. Nama aslinya adalah Gaj Ahmada. Setelah mengundurkan diri dari kerajaan, Patih Gaj Ahmada lebih dikenal dengan sebutan Syaikh Mada oleh masyarakat sekitar. Pernyataan ini diperkuat dengan bukti fisik yaitu pada nisan makam Gajah Mada di Mojokerto terdapat tulisan ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’.
- Bahwa pada 1253 M, tentara Mongol pimpinan Hulagu Khan menyerbu Baghdad. Timur Tengah pun berada dalam situasi konflik yang tidak menentu. Terjadilah eksodus besar-besaran (pengungsian) kaum muslim dari Timur Tengah. Mereka menuju kawasan Nuswantara (atau Nusantara) yang kaya akan sumber daya alamnya. Mereka menetap dan melanjutkan keturunan yang sebagian besar nantinya menjadi penguasa kerajaan-kerajaan di nusantara, termasuk kerajaan Majapahit.
Fakta tersebut menjelaskan, bahwa Gajah Mada dan Kerajaan Majaphit
besar kemungkinan sudah menganut agama Islam. Bukti koin emas yang
merupakan sebuah alat pembayaran resmi yang berlaku di sebuah wilayah
kerajaan, maka sungguhlah mustahil jika dikatakan bahwa sebuah kerajaan
Hindu memiliki koin yang bertuliskan kalimah Tauhid, sebagaimana juga
batu nisan yang menandakan bahwa Agama Islam merupakan agama resmi
kerajaan tersebut. Tidak pula mungkin, sebuah kerajaan non Muslim
menggunakan lambang resmi bertuliskan kata-kata arab dan Al Quran.
Selain itu, meskipun Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Jayawardhana
(bahasa sansekerta), hal ini tidak lantas menjadikan seseorang itu
otomatis pemeluk Hindu. Gelar seperti ini masih digunakan oleh raja-raja
Muslim Jawa zaman sekarang seperti Hamengkubuwono dan Paku Alam.
Kerajaan Majapahit mencapai puncak keemasan pada masa Patih Gaj Ahmada,
bahkan kekuasaannya sampai ke semenanjung Melayu (Malaka/Malaysia).
Membaca (draft) novel Misteri Gajah Mada Islam karya Viddy,
kita seolah-olah terlibat dengan masa lalu pada sebuah kerajaan yang
dibingkai dalam warna kemegahan dan kekuatan penyebaran Islam. Viddy AD
Daery berhasil membawa pembacanya hanyut dalam dialog, gerakan dan
tingkah-laku tokoh dalam novelnya. Sebagai pembaca kita dibawa ke masa
lalu yang megah dengan kekuatan agama Islam sungguh-sungguh ditonjolkan.
Paling tidak, pembaca akan mempunyai kekuatan diri tentang penyebaran
dan ketaatan penganut agama Islam.
Oleh: Ahada Wahyusari, Tanjung Pinang – Kepri
Dosen Universitas Maritim Raja Ali Haji
Dosen Universitas Maritim Raja Ali Haji
Rujukan:
Agus Aris Munandar. 2010. Gajah Mada Biografi Politik. Komunitas Bambu: Jakarta.
Bambang Sumadio. 1984. Sejarah Nasional Indonesia II: Jaman Kuna. Balai Pustaka: Jakarta.
Hall, D.G. 1988. Sejarah Asia Tenggara. (Terjemahan I.P.Soewarsha). Usaha Nasional: Surabaya.
Muhammad Yamin. 1977. Gajah Mada; Pahlawan persatuan Nusantara. Balai Pustaka: Jakarta.
Slamet Mulyana. 1979. Nagarakrtagama dan Tafsir Sejarahnya. Bhratara Karya Aksara: Jakarta.
Agus Aris Munandar. 2010. Gajah Mada Biografi Politik. Komunitas Bambu: Jakarta.
Bambang Sumadio. 1984. Sejarah Nasional Indonesia II: Jaman Kuna. Balai Pustaka: Jakarta.
Hall, D.G. 1988. Sejarah Asia Tenggara. (Terjemahan I.P.Soewarsha). Usaha Nasional: Surabaya.
Muhammad Yamin. 1977. Gajah Mada; Pahlawan persatuan Nusantara. Balai Pustaka: Jakarta.
Slamet Mulyana. 1979. Nagarakrtagama dan Tafsir Sejarahnya. Bhratara Karya Aksara: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar