Senin, 23 Desember 2013

SYAIKH AGUNG MUHYIDIN IBN ARABI


Ibnu Arabi
Nasab, Kelahiran, dan Perjalanannya
Beliau adalah Muhammad bin Ali Abdullah Al-Hatimiy Al-Tha’i, yang mendapat sebutan Abu Bakar dan digelari Muhyi Al-Din Ibn ’Arabi (”Putra Arab Sang Penghidup Agama,” selanjutnya, dalam terjemahan ini, lbn Arabi).
Beliau (semoga Allah meridhainya) dilahirkan pada hari Senin, malam 17 Ramadhan, tahun 520H di Marsiyyah, Andalusia. Pada usia 8 tahun beliau pindah ke Seville (sekarang wilayah Spanyol) bersama dengan orang tuanya, seraya belajar hadis dan fiqih kapada para guru di negerinya.
Pengembaraannya di kota-kota Andalusia dan negeri Maghrib mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk karakter tasawuf beliau kelak, ketika beliau menjadi syaikh dari para syaikh (syaikh al-masyayikh) dan pemuka para imam lslam. Syaikh Ibn Arabi sangat mendalami jalan sufi dan tak saorang pun yang blsa menandinginya sehingga beliau pantas menjadi teladan yang mencerminkan akhlak-etika perkataan dan perbuatan para sufi.
Pada tahun 598H, beliau pergi ke Makkah untuk menunaikan lbadah haji dan tinggal di Hijaz selama 2 tahun. Setelah itu melanjutkan perjalanan ke Bagdad dan Mosul, lalu pindah ke kota Al-Khalil (Hebron, Palestina sekarang) dan tinggal di sana selama 1 tahun. Berikutnya beliau pindah ke Kairo dan tinggal di sana selama 3 tahun. Pada tahun 606 H beliau pergi ke Halb dan m0ndar-mandir antara Maghrib dan Masyriq selama 4 tahun. Beliau kembali ke Halb pada tahun 61o H dan tinggal di sana selama setahun penuh, kemudian kembali ke Makkah pada tahun 611 H.
Pada tahun 612 H beliau pergi ke Quniah dan Siwas, lalu kemball ke Halb tahun 617 H dan tinggal di sini selama 3 tahun. Setelah itu beliau kembali ke Damaskus pada tahun 62o H dan tinggal di sana sampai tahun 628H. Beliau kembali lagi ke Halb, tinggal di sana selama setahun penuh lalu kembali lagi ke Damaskus pada tahun 629H dan tinggal di sana hingga wafatnya pada tahun 632H, pada usia 87 tahun.
Di kalangan ahli hakikat dan para wali beliau dikenal sebagai salah seorang wali Allah dan memperoleh banyak gelar, seperti khatam al- auliya’ (sang penutup para wali), barzakh al-barazikh (sang pemisah para pamisah), al-kibrit al-ahmar (sang belerang merah), dan sulthan al-’arifin (pemimpin para arif)
Syaikh Ibn Arabi memiliki banyak sekali karya hingga tak terhitung jumlahnya.
Salah satu karya beliau yang terpenting adalah Al-Futuhat Al- Makkiyah. Beliau juga menulis kitab tafsir dan ta’will dengan pendekatan bathini (makna batiniah), serta kitab-kitab lain yang berharga. Semoga Allah meridhai beliau dan membuatnya ridha.
Ibnu ‘Arabi adalah sosok sufi yang banyak mendapatkan kritikan dan tuduhan tajam. Bahkan, sebagian ulama ada yang mengatakan, “Ma Ikhtalafal ulama’u fi ahadin ka ikhtilafihim fi Muhyidin Ibnu ‘Arabi”, tak ada satupun seseorang yang lebih kontrovesional di kalangan para ulama yang melebihi Ibnu Arabi. banyak ulama yang telah berusaha menjelaskan peri kehidupan dari Ibnu Arabi, yang paling lengkap adalah Taqiyudin Al-Faasi dalam kitab ‘Al-‘Aqduts Tsamin fi Tarikh Al-buldan Al-Amin’ dan ia mengatakan “Saya telah menulis biografi paling lengkap tentang Ibnu Arabi yang belum ada di kitab manapun, dan sebagiannya saya rujuk dari orang yang hidup semasa dengannya’.
Secara ringkas namanya adalah Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad Ath-Tha’i, Al-hatimi, Al-Mursi, Muhyiddin Ibnu Arabi. Lahir di Mursiyah pada tahun 560 H, ia tumbuh disana, tahun 578 H pindah ke Asbelia setelah itu ia banyak mengadakan perjalanan menuntut ilmu seperti Syam, Romawi dan Baghdad.
Artikel ini berusaha mengetengahkan pemikiran-pemikiran kontroversial dari Ibnu Arabi dan selanjutnya kita bandingkan dengan Abdul Hamid Al-Ghazali dalam hal keterpengaruhan mereka terhadap sufi. Dan sebelumnya kita bahas dulu asal-usul nama Tasawuf, Definisi Tasawuf, dan Hakikat Tasawuf.
Asal usul Nama Tasawuf
Para ahli tasawuf sendiri mempunyai pendapat yang berbeda tentang asal-usul nama tasawuf. Syaikh Sarraj Al-thusi menulis sebuah bab khusus yang berjudul “Babu Kasyfi ‘An Ismi Al-Shuffiyyah wa lima Summu Bihadzal Ismi, wa lima Nusibu Ila Hadza Al-libsati”. Ia berkata, “Seseorang bertanya, “Para ahli hadits, dinisbatkan keahlian mereka pada ilmu hadits, para ahli fiqih dinisbatkan pada ilmu fiqih. Tetapi kenapa anda memberi nama “Shufiiyah” tanpa menisbatkannya pada sebuah keadaan atau suatu disiplin ilmu tertentu? Seperti zuhud dinisbatkan pada perilaku para ahli zuhud, tawakal terhadap perilaku orang-oarng yang bertawakal, sabar terhadap perilaku orang-orang yang bersabar?” Maka jawabannya adalah: karena orang-orang sufi sendiri tidak mendalami salah satu cabang ilmu tertentu, tanpa cabang-cabang yang lain. Dan mungkin masih dipersoalkan kenapa mereka malah dinisbatkan kepada pakaiannya? Jawabannya adalah karena pakaiandari wol kasar merupakan kebiasaan para Nabi as dan syiar para wali dan orang-orang yang disucikan.”
Dari kutipan di atas, As-Sarrraj berpendapat bahwa tasawuf diambil dari kata ‘shuf’ yang bermakna wol kasar dengan melihat pakaian yang kebanyakan digunakan kaum sufi.
Tetapi Al-Qusyairi yang juga seorang sufi berbeda pendapat dengan As-Sarraj. Ia berkata: “ketahuuilah oleh kalian semua –semoga kalian dirahmati Allah swt- sesungguhnya umat islam setelah wafatnya Rasulullah saw tidaklah melakukan penamaan apa pun untuk menunjukkan keutamaan mereka di jaman itu, kecuali para pengikut setia Nabi saw, sebab tidak ada keutamaan yang melebihi mereka, maka golongan tadi disebut dengan nama “As-Shahabah”.
Tetapi generasi berikutnya, orang-orang yang menjadi pengikut sahabat mulai dinamai dengan istilah “Tabi’in”, dan tampaklah dalam nama itu keutamaan yang tinggi dan keagungan. Dan orang-orang yang mengikuti tabi’in juga dinamai dengan “Tabi’ut Tabi’in”. Kemudian umat Islam terpecah belah, dan terjadilah perbedaan tingkatan. Orang-orang tertentu yang dengan tekun dan rajin mengamalkan ajaran agama lalu dinamai dengan Az-Zuhhad (Ahli Zuhud) atau Al-Ubbad (Ahli Ibadah).
Selanjutnya bid’ah mulai merebak di tengah-tengah masyarakat, dan terjadilah saling klaim antar golongan. Setiap golongan di antara mereka mengklaim bahwa dirinyalah yang paling “zuhhad”. Lalu keluarlah dari kemelut ini orang-orang khusus dari golongan ahli sunnah, yang selalu menjaga dirinya agar selalu dekat dengan Allah swt dan selalu menjaga dirinya dari jalan yang membuat lalai kepada-Nya, mereka itu lalu dinamai dengan ahli tasawuf. Maka menjadi mashurlah nama itu di antara pembesar-pembesar mereka sebelum akhir abad kedua hijriyah.”
Dr. Musa bin Sulaiman Ad-Duwaisy ketika memberikan komentar atas perkataan Qusyairi di atas mengatakan; Pendapat Al-Qusyairi itu tidak bisa diterima, sebab orang-orang khusus dari golongan Ahlus Sunnah adalah mereka yang konsisten mengikuti ajaran Rasulullah saw dan mempelajari dengan sungguh-sungguh agama Allah swt. Mereka juga merumuskan berbagai hukum ajaran agama, mereka beribadah kepada Allah swt dengan dasar ilmu pengetahuan. Mereka juga menentang para ahli bid’ah, menasehati mereka, dan mereka sendiri berhati-hai dari jalan para ahli bid’ah. Mereka juga tidak menamai dirinya dengan istilah-istilah yang agung dan muluk-muluk, seperti yang dilakukan oleh golongan-golongan lain yang menyimpang dari sunnah Rasulullah saw. Walaupun pada hakekatnya dalam diri mereka ada kebenaran”.
Oleh karena itu , golongan Ahli Sunnah wal Jama’ah selalu terkenal di setiap zaman dengan kemoderatannya serta kekonsistenannya dalam mengikuti sunnah Rasulullah saw, sahabat-sahabatnya, tabi’in dan para tabi’ut tabi’in.
Dari sini nampaklah, bahwa Al-Quyairi berlebih-lebihan dalam memberikan nama tasawuf, bahkan tidak cermat. Pendapatnya juga bertentangan dengan pendapat As-Saraj Al-Thusi yang hidup lebih awal dan lebih mengetahui golongan ini.
Kesimpulan ini juga diperkuat oleh Ibnu Taimiyah ketika beliau mendiskusikan asal penamaan kelompok tasawuf, ia berkata, “Kemudian mereka berselisih tentang asal muasal penamaan golongan ini. Sesungguhnya “Ash-Shufi” adalah “Isim Nisbat” sebagaimana nama Al-Quraisy, Al-Madani dan contoh-contoh lainya. Ada yang berpendapat, ia dinisbatkan ‘‘Ahlu Shuffah”, pendapat ini tentu keliru, sebab jika dinisbatkan padanya maka ia harus dibaca “Shuffiy”ada juga yang menisbatkannya pada “shof” yang utama di sisi Allah swt, ini juga salah, sebab seharusnya ia berbunyi “Shofi”. Nama ini juga dinisbatkan pada kata “Shafwah” di antara makhluk Allah, ini juga salah, karena seharusnya ia berbunyi “Shifawiy”. Ada juga yang berpendapat nama ini dinisbatkan pada Shufah bin Bisyr bin Adhan Thabikhah. Ia merupakan kabilah Arab yang tinggal di sekitar Makkahsejak zaman dahulu kala. Mereka identik dengan para ahli ibadah. Walau pun penisbatan terhadap mereka adalah benar dari segi lafadz, tetapi pendapat ini sangat lemah sebab mereka tidaklah terkenal di antara kaum ahli zuhud, dan jika penisbatan dilakukan terhadap mereka, maka tentunya istilah ini telah muncul sejak zaman sahabat dan tabi’in generasi pertama. Dan orang-orang yang sering menggunakan istilah “sufi” tidaklah mengetahui kabilah ini. Bahkan mereka tidak rela jika dinisbatkan pada sebuah kabilah jahiliyah yang tidak dikenal dalam agama islam. Nama ini juga dikaitkan –dan ini yang paling masyhur- pada pakaian wol kasar.
Abu Syaikh Al-Asbahani meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin Sirin, bahwa ada beberapa kaum yang mengutamakan pakaian wol kasar. Ia berkata: “Sesungguhnya ada kaum yang memilih dan mengutamakan baju wol. Mereka mengatakan bahwa mereka menyerupai Al-Masih bin Maryam sedangkan petunjuk nabi kami lebih kami cintai, dan nabi Muhammad saw memakai pakaian dari katun atau yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar